Jadi Penemu Kopi Biji Salak Resign Kerja di Bank

Profil Pengusaha Eko Yulianto 



Anak muda satu ini sudah kenal salak semenjak dulu. Pasalnya salak merupakan hasil komditas wilayahnya. Dia hasilnya sukses tetapi bukan sebab buah salak. Eko Yulianto sukses justru sebab kopi biji salak. Pemuda 27 tahun ini bermula dari sering membaca literatur wacana biji kopi.

Sejak kuliah, Eko sudah gemar menjajakan salak asal daerahnya, yang mana jikalau dibeli buah saja cuma laku Rp.500 per- kilo. Dia mulai berpikir bagaimana merubah salak menjadi aneka olahan. Eko lantas mengajak empat orang teman, berjulukan kelompok Cah Bagus. Mulailah mengolah salak menjadi anaka produk masakan andalan.

Namun seiring berjalan kelompok tersebut bubar. Seiring waktu hasrat Eko akan salak masih kuat. Juga didukung menyerupai penulis ceritakan diatas "keprihatinan". Prihatin sebab petani salak menjual salaknya murah meriah. Butuh inovasi berbeda biar buah salak tidak cuma tergeletak di Wonosobo.

Pemuda kelahiran 15 Juli 1987 ini kemudian membuat kerupuk salak. Iseng sambil membuka- buka aneka literatur wacana kopi, lahirlah kopi biji salak. Ia ingat komoditi 80% desanya yaitu salak. Sambil dijadikan kerupuk bijinya juga diolah kembali jadi kopi.

Inovasi unik


Diantara mencari olahan biji salak terbaik. Dia sibuk bekerja menjadi pegawai bank. Sementara sahabat yang lainnya ada yang jadi pegawai percetakan, berwirausaha sewa tenda, pegawai koperasi. "...ada juga yang masih kuliah," tutur dia.

Tidak mau berhenti ditengah jalan. Ia terus membuatkan eksperimen berdasarkan pengalaman. Dari jadi kerupuk salak kemudian diolah menjadi biji kopi. "Hasil kreasi limbah biji salak jadi kopi, aneka kerajinan, bolu, stik, kerupuk, bahkan dodol," imbuhnya. Beruntung semenjak kuliah Eko ini gemar membaca buku di perpustakaan.

Begitu usahanya terlihat berkembang: Eko memutuskan keluar dari pekerjaanya di Bank. Padahal pekerjaan tersebut sudah berjalan 3,5 tahun. Memang tidak mudah bagi Eko hingga bisa menemukan kopi biji salak. Dia begitu menemukan memilih kembali ke desanya.

Disanalah hasil eksperimennya dijalankan. Disana salak begitu banyak, ia mulai aktif mengajak masyarakat membantu usahanya. Tidak sia- sia masyarakat menyambut kesuksesan Eko. Jadilah Eko menaikan derajat desa melalui aneka olahan salak, termasuk kopi biji salak.

Dimulai di tahun 2012, kopi biji salak dibuat sedemikian rupa, hasilnya debu menyerupai kopi jikalau diseduh akan larut. Tekstur diolah sedemikian rupa menyerupai kopi. Bahkan nih baunya tercium aroma khas seolah kopi. Dia memang sudah bosan menjadi pegawai.

"...bosan cuma duduk- duduk doang," terang Eko wacana menjadi pegawai.

Awal percobaan tentu gagal. Rasa kopi biji salak tidak enak. Namun berkat kesabaran serta percobaan tidak berhenti rasanya lain.

Sejak seruputan pertama kopi sudah kayak Arabika. Rasanya pahit tetapi bercampur asam. Inilah yang kita sebut kopi biji salak, Dibawah bendera urusan ekonomi Kie Bae mencoba merambah pasar Indonesia. Dari rasanya enggak mungkin ada yang mau minum, sekarang omzet bisnisnya mencapai Rp.5- 6 juta per- bulan.

Eko berbisnis dari daging hingga biji salak. Tahun pertama bisa meraup omzet Rp.47 juta per- tahun. Di tahun 2014 bersyukur bisa mencapai Rp.82 juta per- tahun. Berbekal jaringan saat menjadi pegawai bank, ditambah pasar online yang menjanjikan. Eko pun giat memasarkan ke toko oleh- oleh Wonosobo.

Aneka percobaan dilakukan untuk memasak biji. Komentar taster pertama ya kurang sedap di lidah. Satu bulan penuh percobaan dilakukan. Semua diulang dari menjemur, menyangrai, dan menumbuk. Pengaturan waktu menjadi alasan perbedaan mencolok. Ini pula kunci sukses urusan ekonomi Eko hingga menjadi sekarang.

Akhirnya ia menemukan berapa jam lamanya dijemur. Berapa lama disangrai hingga hasilnya layak buat kita minum. Dia bahkan sudah memilik mesin giling sendiri, pengering sendiri, dan mesin sangrai sendiri. Total aset pabrik kecil- kecilannya sudah mencapai Rp.60 juta.

Dia memberdayakan 20 ibu- ibu kampungnya. Juga memberdayakan pemudanya lewat gerakan berjulukan Gardu Beriman. Tujuan dari gerakan tersebut buat memperindah kampung. Usaha dijalankan juga tidak monoton. Dia menemukan cara membuat bros kulit salak, permen salak, dan sudah masuk pasar Bali.

Sebagai pengusaha muda, Eko menawarkan wejangan, "Jadi pengusaha itu yang penting yakin dan paling penting harus ada ridho dari orang tua, itu wajib."