Kisah Manis Pahit Choa Seniman Coklat Filipina

Biografi Pengusaha Raquel T. Choa 



Menjadi pengusaha bisa saja merupakan pilihan hidup. Terkadang mungkin alasannya ialah keterpaksaan biar tetap hidup. Menginginkan hidup lebih baik maka Raquel T. Choa berusaha. Dia hidup sangat sederhana. Ia semenjak berumur muda sudah berjualan lilin dan sampaquita untuk membantu orang tua.

Umur 12 tahun, ia sudah bekerja menjadi kasambahay di Laguna, Filipina. Berjalanan waktu ia mengingat betul hidupnya "tidak jauh dari coklat". Dia ingat berguru menyajikan dan menyiapkan coklat dari sang nenek, Leonila Borgonia, yang bekerja menjual nanay.

Dia ingat, di umur 12 tahun, neneknya lah yang membawa ia pergi dari Cebu ke Laguna. "Saya tidak takut untuk bekerja alasannya ialah saya bepikir saya harus benar- benar bekerja," kenangnya sedih.

"Saya memiliki persoalan listrik di provinsi hingga saya tidak bisa melihat apa yang saya lakukan," imbuhnya lagi. Dari bekerja sebagai kasambahay uangnya digunakan untuk pulang ke Cebu. Dia ingin bertemu orang tuanya. Namun ternyata kedua orang bau tanah Choa berhutang ke rentenir dan menjaminkan rumah serta tanah.

"Mereka tidak meninggalkan rumah alasannya ialah mereka diperlukan untuk membayar hutang," ia berujar. Inilah hidup dimana Choa harus bekerja kembali buat membayar hutang orang tua.

Bisnis coklat


Umur 7 tahun sudah paham wacana konsep tablea. Adalah nama untuk jajanan coklat berbentuk tablet. Dia sudah tau anyir coklat bahkan dari jauh. Inilah dasar ia menjadi mahir coklat untuk membangun urusan ekonomi Ralfe Gourment Chocolate Boutique, dimana ia memulai perjuangan dari 2010.

Layaknya dongeng film Charlie and the Chocolate Factory, ia ingin berbisnis coklat sendiri. Awal sih ia tidak paham mengenai detailnya. Hanya saja Choa mau berbisnis tablea buat bertahan hidup. Dia lantas meminta diajari nenek. Choa berguru membuat coklat hingga bagaimana membuat minuman coklat.

Disaku Choa ada 10.000 peso dan membelikan ratusan kilo biji coklat. Dari sanalah, ia berguru aneka cara membuat produk coklat, mulai mengeringkan, menggoreng, dan membuat biji tersebut menjadi aneka bentuk produk olahan.

Bukan perkara mudah berbisnis. Ketakutan akan biji- biji coklat tidak laku dipasaran hinggap. Dia takut kalau urusan ekonomi tidak berkembang. Maka berkardus biji coklat akan terbuang sia- sia. Bagi seorang chef untuk olahan coklat, kualitas biji segar memang sangatlah penting, jadi apa solusi buat urusan ekonomi Choa sekarang.

Dia ingat bagaimana seorang chef sekitar mengejek. Menyebut coklat miliknya ialah dirty- chocolate. Ini alasannya ialah proses pembuatan masih menggunakan tangan. Namun ia tetap percaya diri atas apa pengajaran dari nenek. Karena juga Choa menyukai buatan tangan eksklusif lebih nikmat.

Bisnis Choa makin mengembang. Beruntung ia didukung oleh suami, Alfred, seorang teknisi mesin, dan juga rekan bisnisnya, Edu Pantino, yang mendukung langkahnya. Sampai ia menerima julukan orang- orang sebagai ambasadornya coklat di Filipina.

Tidak ada belakang layar dalam berbisnis coklat. Dia menyebut passion dan cinta kau punya. Jikalau kau melihat sesuatu penuh cinta. Bermodal sebuah urusan ekonomi sederhana ia menjadi mahir coklat. Tawaran franchise mengalir dari China atau Taiwan tetapi ia malah menolak.

"Kamu memberi apa yang terbaik apa yang kau punya," tutur dia. Akan tetapi untuk franchise ia memilih tidak alasannya ialah menurut Choa urusan ekonomi soal keluarga dan anak- cucunya kelak.

Bisnis passion


Banyak orang tidak tau bahwa ia terlahir miskin. Bayangkan ia cuma makan nasi sekali setahun, sisanya makan jagung dan sayuran saja. Dia tinggal bersama nenek di rumah kaki gunung Barangay. Disana ia mulai berguru bertani, menjual sayur, dan biji coklat. Menjadi petani coklat semenjak kecil diajari neneknya sendiri.

Dia ingat berjalan melewati sungai biar dapat sekolah. Bersemangat ia bisa menjadi siswa berprestasi di sekolah. Meskipun ia harus berguru tanpa lampu alasannya ialah tidak ada listrik. Dia lantas tinggal dan bekerja di Manila. Choa mencucikan baju orang, menjual lilin, sampaquita hanya untuk bertahan hidup.

Dalam sebuah artikel ia menyebut tidak pernah menyesal. Dia tidak pernah menyesal terlahir miskin. Choa tidak pernah susah dikala masih kecil. Bahkan menurunya alasannya ialah itulah menjadi dorongan baginya biar bisa menyerupai sekarang. Berkat itu ia sangat menghargai kenikmatan apapun meski sedikit.

"Masa kecil saya menyenangkan dan gembira. Hidup saya itu mudah, bersemangat menunggu isu terkini panas tiba. Jikalau ini bukanlah bab dari masa kecil saya, maka saya tidak akan menyerupai sekarang saya. Semakin kau menderita, semakin besar lengan berkuasa kamu," tegas Choa.

Entrepreneur satu ini memang sangat optimis. Di masa mudanya, Choa tidak pernah berharap akan kaya, ia hanya bermimpi bahwa ia akan bekerja kantoran dan bab dari perusahaan korporasi. Dia mengakui ia tidak pernah bermimpi akan menjalankan perjuangan sendiri menyerupai empat tahun belakangan ini.

Sebagai pengusaha wanita, seorang business woman, maka ia menyarankan kau biar tetap semangat buat menjalankan urusan ekonomi gres mu. Jangan pernah menyerah, kau harus mencoba sesuatu yang baru, kegagalan akan selalu mengikuti keberhasilan, dan menempatkan kita berbeda dari orang biasa lakukan setiap hari.

Buatlah produk bernilai dibicarakan dan bernilai uang. Pastikan kau selalu punya pengalihan. "Jikalau orang terus membeli produk kamu, maka kau ada di jalur tepat," saran Choa.

Ingatlah selalu mendukung pembeli. Berikanlah apresiasi kepada pelanggan. Dia mencatat: Ketika kau mulai berbisnis jangalah memikirkan wacana pesaing. Jangan sibuk sendiri mengamati mencoba mengalahkan pesain, namun jadilah lebih percaya diri akan kemampuan sendiri.

Akan selalu ada batasan kau dengan kompetitor. Malah kalau kau fokus diantaranya, kau akan hilang fokus alasannya ialah kita akan selalu bersaing. Fokuslah ke kepercayaan diri bahwa kau lebih unik. Pasaran akan luas bagi kalian berdua jikalau kau percaya. Carilah perbedaan dan lebih banyak latihan biar menonjol lagi.

Choa meyakinkan kita bahwa urusan ekonomi bukan wacana memiliki setumpuk modal. Taruhlah kepercayaan diri jadi investasi dan passion menjadi modal kapital kamu.

Usaha dari nol


Karena miskinnya keluarga Choa tidak dapat membeli susu. Maka sumber nutrisi mereka hanya coklat yang mereka tanam sendiri. Mereka minum coklat meski pahit tanpa gula. Ini menjadi nutrisi mereka sehari- hari. Kenapa pahit tanpa gula, ternyata keluarga Choa memilik filosofi sendiri, bahwa gula tidak baik bagi coklat.

Umur 13 tahun, ia bekerja sendiri pulang- pergi, lantas membuka kantin sendiri di pabrik. Dimana ia lalu bertemu rekan satu kerjanya di pabrik. Seorang entrepreneur Alfred Choa, yang umurnya 18 tahun waktu itu. Menjadi ibu rumah tangga ia masih bersemangat membuat aneka coklat sendiri dari kedua tangannya.

Tahun 2009, kebakaran melanda rumah mereka, dan Choa alhasil meminta diajari membuat tablea. Dia lalu mendandani garasi, memasang meja billiar, dan menjual tablea dan produk coklat lainnya sementara ia mengawai renovasi rumahnya.

Apapun kau lakukan lakukan passion kamu. Pikirkan sesuatu yang unik seunik kau sendiri. "Itu ada di tangan kamu," ujar dia. Lakukan sesuatu datang dari hati. Jangalah kau sekedar mengikuti tren. Lakukan apapun untuk menggapai kebahagiaan kamu. Itulah yang akan nampak di hasil tamat produk kau nantinya.

Kenapa memilih berbisnis coklat? Dia mengenang pembicaraanya bersama Edu Pantino. Seorang Argentina yang mau bekerja sama dengan Choa. Dia gotong royong sudah tau bahwa coklat bisa dijadikan sesuatu dari masa kecilnya.

Orang Argentina ini menantang Choa wacana produk andalan Filipina. Akhirnya ia terkenang namanya satu produk "tablea". Cukup lama sebelum membuka urusan ekonomi ia berpikir. Aneka ilham mentok hingga ia bertemu coklat. Yah Choa akan berbisnis jamuan aneka produk coklat -termasuk tablea- yang dibuka di garasinya.

"Harta karun saya dan membuka kan jamuan coklat di garasi rumah kami," ia menjelaskan. Choa tidak cuma menjual coklat murni. Dia menyediakan aneka makanan, menyerupai pizza dan pasta yang juga dibumbui coklat tentunya. Tidak butuh waktu lama mengimplementasi ilham membuka perjuangan serba coklat tersebut.

Sebagai ibu rumah tangga, beranak delapan, maka sudah biasa baginya bekerja di dapur. Dia cukau mulai lagi mengingat aliran nenek. Dengan berguru lebih intensif kembali maka ia menemukan celah. Dari satu ke dua eksperimen bisa ia menciptakan produk unik dan menu enak yang dijualnya lewat tiga bisnisnya.

"Ini tidaklah mudah," ia menambah.

Dia menciptakan ratusan kilo tablea untuk materi kuliner ke hotel- hotel sekitar. Dia dibantu Pantino masuk ke hotel sebagai teknisi coklat. Dia secara bertahap menjelaskan tablea sebagai produk berkualitas nasional. Mulai mereka menerobos jaringan hotel internasional dan menimbulkan seni membuat coklat diakui dunia.

Bisnis keluarga


Ingatan Choa kembali ke jaman umur 8 tahun. Dia ingat sang nenek menyiapkan tablea. Membuatnya jadi makanan lain nikmat dimulut gadis kecil itu. Waktu itu ia belum menyadari bahwa biji coklat atau kakao ialah materi utama membuat coklat manis. "Itu ialah sarapan kami setiap hari," kenangnya.

Ketika nenek menjelaskan coklat merupakan pengganjal perut mereka. Dan coklat memiliki kandungan gizi baik. Choa mendengarkan seksama penjelasan tersebut. Maka dikala ia menerima resep bagaimana membuat tablea tertanam dibenaknya.

Dia lantas dinikahi pengusaha, Alfred Choa, diumur 16 tahun dan kecintaan akan coklat semakin membesar. Justru dikala menjadi ibu rumah tanggan dan memiliki delapan anak, ibu dari Michael Ray, Michelle Honey, Anthony, Jonathan, Hanna, Alfredo, Rose Angeline dan John Paul, justru malah menjadi pemilik perusahaan sendiri.

Masa kecil sulit membuat ia tidak takut akan resiko. Dia percaya diri mengambil keputusan di perusahaan. Ia menjadi seniman coklat dimana coklat mengalir di imajinasinya.

"Sukses berarti melalukan hal baik. Saya melaksanakan hal baik dan seterusnya," ujarnya.

Sukses tablea membawa visi Choa ke masa depan. Dia ingin mengekspor produk coklat khas Filipina jadi komoditi internasional. Fakta dijelaskan Choa, negara mana yang menerima pohon coklat pertama, yaitu dikala Spanish mulai menjelajah tahun 1670.

Jawaban tersebut pasti sudah kau ketahui. Selanjutnya mimpi wanita 36 tahun ini bagaimana cara membuat produk coklat Filipina mendunia. Dan jikalau ia ingin lakukan itu, ia akan membawa lebih banyak kardus berisi coklat dan membawa ke pasar global.

Dia memutuskan akan mengekspor coklat. Bukan cuma berkardus coklat siap makan. Tetapi bagaimana cita rasa coklat khas Filipina menyebar ke dunia. "Saya tidak pernah berpikir saya akan berbisnis dengan coklat sekarang," ia tambahkan.