Nama Pengusaha Tas Berbahan Dasar Daun Pandan

Profil Pengusaha Ucok Adi Setiawan dan Natalia Indri


 
Pengusaha ini berjulukan Ucok Adi Setiawan. Pemuda ini memilih berbisnis tas berbahan daun pandan. Dia lalu bercerita bagaimana materi pandan sangat banyak di Jawa Tengah. Kreatifitasnya tergelitik untuk menimbulkan daun pandang yang sekedar materi baku kue.

Dari mencoba membuat dompet, hingga membuat tas daun pandan. Kekreatifan ditambah rasa penasaran ternyata membuahkan hasil. "...nyoba- nyoba bikin tas dan dompet ternyata laku," unggahnya.

Pengalaman menggunakan pandan menghasilkan kesimpulan. Ada dua jenis daun pandan yakni pandan dari gunung dan pandan pantai. Soal materi terbaik ya pandan gunung ceritanya. Memasuki tahun kedua semakin beliau semakin bersemangat memasarkan produknya.

Harga dompet daun pandan dikisaran Rp.20 ribu. Kemudian tas wanita dijual hingga Rp.200 ribu. Memang mahal tetapi cita rasa pandang menggugah selera. Jangan tanyakan omzet, beliau mengaku bisa mengantungi Rp.30 jutaan meski naik turun.

Dia sendiri masih kekurangan SDM. Tenaga jago buat membesarkan bisnisnya kedepan. Dia cuma dibantu tiga orang setiap tempat. Tenaga pembuatan masih dilakukan swadaya saja.

Pengusaha lain


Lain ceritanya Natalia Indri yang juga berbisnis sama. Didukung statusnya sebagai wanita, membuatnya jadi lebih ekspresif berbisnis tas wanita dari anyaman pandan. Alhasil nama brand INSSOO -kepanjangan dari Indonesia Woven Craft- bisa melejit keras.

Pengusaha wanita asal Yogya berawal dari tahun 2010. Ia berawal memikirkan mau buka perjuangan menambah penghasilan. Berawal dari iseng kemudian mengkreasikan materi alami ini. Nama tas clutch merupakan perjuangan anyaman modern berbahan tidak lagi cuma pandan, mulai daun agel, hingga eceng gondok.

Memang banyak tanaman belum dieksplorasi. Hobinya memang membuat kerajinan. Dan melalui hobi lah, beliau membuka perjuangan pertamanya dan eksklusif melejit. Untung sebab beliau didukung kedua orang tuanya. Ia bahkan menerima pertolongan berupa materi dan tenaga.

Bisnis keluarga kecil tersebut terdiri lima orang. Dia, papa, mama, adik, suami dan Natalia sendiri. Semuanya membantu Natalia. Bisnis ini ternyata cuma bermodal Rp.500 ribuan loh. "Banyak kok yang tidak percaya modal (Rp.500 ribu) saya segitu," ceritanya kepada Money.id

Harga pandan kan Rp.6- 7 ribu perkilonya. Murah, jadi Natalia bisa dapat banyak bahan, dari materi segitu menjadi 6- 7 buah tas. Hasil penjualan tersebut kemudian diputar kembali. Lambat laun usahanya semakin membesar sejalan modal digunakan. "Ya, hingga sekarang begini deh keterusan, haha," ucapnya senang.

Ia mengungkapkan omzetnya bisa mencapai Rp.100 juta. Bahkan nih hingga Rp.150 juta, tidak percaya memang bahkan beliau sendiri masih tidak percaya. Dia sendiri tidak fokus uang. Bagianya keuntungan nomor sekian. Hal terpenting bagaimana kualitas mengagumkan membuat pembeli tidak akan kecewa.

Ada kebanggan ketika orang mau membeli tas daun hingga Rp.150 ribu. Disana ada pujian sebab usahanya dihargai. "Intingnya harus gembira," semangatnya. Memang tampaknya menyerupai perjuangan anyaman lainnya. Namun kualitas materi tidak bohong. Ditambah selera fasion pemiliknya sendiri menjadi andalan.

Dua tahun berjalan tetapi bisnisnya menghasilkan ratusan juta. Proses pembuatan juga dibukanya gamblang. Pertama dimulai pemilihan materi terbaik. Kemudian diwarnai dengan dicelupkan ke warna dasar. Kemudian beliau akan memastikan apakah warna merata atau tidak.

Barulah masuk ke tahap penganyaman dan pengeleman. Wanita berkacamata ini lalu melanjutkan prosenya ke desain. Biasanya tahap ini akan butuh banyak orang. Untuk pewarnaan dengan cat akrilik dikerjakan oleh ayah. Teknik decopage dan sulam dikerjakan beliau dan ibunya. Ide desain datang begitu saja sesuai dengan mood -nya.

Tidak jarang beliau membuat produk berlukis limited edition. Hanya dua tas yang memiliki desain sama. Ini juga tergantung mood -nya, terkadang mendadak. Penggunaan teknik decopage serta anyaman menunjukkan kreasi berbeda.

Warna menggunakan materi alami bukan pewarna tekstil. Banyak sih meminta warna gold atau silver, maka beliau harus mengecat dua kali nih. Dalam seminggu menghasilkan 300 buah dibantu 20 pengrajin sekarang. Ia menyebut duduk perkara utamanya yaitu soal cuaca.

Kalau datang isu terkini hujan maka proses pengeringan lama. Proses produksi bisa diundur hingga dua minggu. Jika pengeringan tidak jadi maka diangin- anginkan. Alhasil produk tidak dipaksakan harus lah tersedia ketika itu juga.