Biografi Restu Anggraini Desainer Hijab Muslim Internasional

Profil Pengusaha Restu Anggraini 


 
Berawal dari sosial media kemudian berlanjut hingga manca negara. Siapa sangka sosok mungil tersebut dulunya hanya seorang EO. Kini, siapa tidak kenal Restu Anggraini. Pengusaha muda kali ini memang mulai dari postingan Facebook. Waktu itu namanya sosial media dan blog happening banget buat anak muda.

Tidak mudah baginya menemukan jati diri. Terutama di urusan ekonomi fashion, beruntung beliau memulai lebih awal dari pesaingnya berbisnis hijab. Tahun 2010 beliau bekerja sebagi event organizer, bab menyampaikan produk jadi sudah pengalaman lah. Kreatifitas dituntut selalu dimiliki Restu sebagai EO, namun siapa sangka arah tujuan berubah.

Dia bersema tiga orang kawan memilih urusan ekonomi hijab. Perempuan Jakarta, 18 Maret 1987, memang hobinya segala sesuatu wacana fashion. Dia sering ikutan lomba fashion show dari RT hingga kelurahan. Pernah ia mengikuti lomba desain baju tetapi tidak menang.

Bisnis trendy


Siapa sangka beliau yang belum pernah menang lomba desain sukses. Ini alasannya yaitu selama perjalanan beliau selalu mengasah keahlian. Disela waktu beliau mulai membuat baju kerja kepada rekan kerjanya. Teman kantor mulai merasa Restu memiliki kelebihan. Aliran pesanan mulai meluap membuat optimisme kepada Restu.

Tahun 2010, menyerupai penulisa tulis diatas, beliau memutuskan keluar dari pekerjaan. Dia berharap nanti berbisnis fasion sendiri. Sadar bahwa keahliannya masih kurang Restu tidak buru- buru. Ia mengambil kursus desain dulu di Esmod, Jakarta.

Keputusannya sempurna pada 2011 lahirlah brand RA by Restu. Wanita berhijab yang bersahabat dipanggil Etu ini lalu mulai memasarkan produknya online. "Awalnya itu saya jualan lewat teman- sobat terus makin kesini sosial media lagi happening, Facebook, blog, dari situ terus meluas," paparnya kepada Dream.co.id

Bermodal uang Rp3 juta perjalanan Etu dimulai. Mereka mulai mendesain dress, outer, celana, hingga rok. Namun beliau cuma membatasi tidak lebih 10 buah masing- masing. Kemudian diunggah ke Facebook lantas menerima respon positif. Sebuah kepuasan bajunya disukai, apalagi desainer baju muslim belum banyak.

Ia sendiri sulit menyatuka tiga kepala. Selera tiga sekawan ini memang beda soal fashion. Beruntung konsep klasik hijab mereka usung disambut baik. Bisnis yang berawal sebagai sambilan ini dijalankan maki bersuka hati. Mereka mulai ikutan ekspo di mal. Walau minoritas baju muslim mereka laris manis meski ketat.

Etu semakin yakin menekuni urusan ekonomi fashion. Kenekatan Etu didukung kemauan mencar ilmu terus. Alhasil hingga ke tahun 2014, beliau meluncurkan brand lagi berjulukan ETU, antusias mengiringi tumbuhnya urusan ekonomi hijab yang diprakarsai Restu Anggreini ini.

Bisnis hijab


Memulai berbisnis saat hijab belum seramai sekarang. Etu menemukan tujuannya dan terus berkembang lagi. Wanita yang berhijab semenjak dingklik SMP ini, mengakui hijab bukanlah sekedar fasion baginya. Bagi seorang desainer menjadi pembuat baju muslimah merupakan ladang syiar.

Kaedah baju sesuai syari menyerupai tidak ketat. Serta bagaimana mengakibatkan ini pakaian sehari- hari. Dia lebih mencontohkan ke dirinya sendiri sebagai wanita karir. Memang susah membuat pakaian kerja muslimah kala beliau bekerja dulu. Inspirasi justru datang dari pakaian muslim pria dengan cutting enak, kancing, dan kupnat.

Kan pakaian muslim pria longgar. Namun dipadu padankan dengan warna- warna cerah. Etu mencoba untuk keluar dari kesan hijab monoton. Sayangnya, dalam perjalanan kedua sobat Etu tidak dapat melanjutkan perjalanan bersama. Etu tetap mantab melanjutkan berbisnis hijab sendirian dan hingga ke titik tertingginya.

Titik puncaknya mungkin saat memasuki Jakarta Fashion Week 2015. Namanya sebagai desainer pakaian muslim mulai diakui. Dia juga sempatkan mencar ilmu di Pale Art Studio. Berlanjut beliau mengikuti jadwal yang bertajuk Indonesia Fashion Forward. Brand ETU sendiri digadang sebagai brand utamanya ke pasar luar negeri.

Etu lantas tampil di ajang berjulukan Virgin Australia Melbourne Fashion Festival 2016. Namanya didukung segenap lapisan masyarakat dan pemerintahan, menyerupai dari Perusahaan Gas Negera.

Tidak mudah berbisnis hijab


Dia memulai sentra produksi di Bandung. Begitu undangan meningkat, beliau memindahkan produksinya ke Jakarta. Pengalaman dijiplak sudah menjadi hal biasa. Saking seringnya, maka Etu disarankan buat pribadi mendaftarkan hak cipta. Jangan setengah- setengah mengurus ijin perjuangan kau dafatarkan merek di Dirjen HAKI.

Agar memperlancarkan usahanya dibidang fasion. Ia mengangkat pegawai asal Malang dan Pekalongan, yang dianggapnya baik soal menjahit. Sekarang sudah gampang alasannya yaitu sudah kenal satu sama lain. Inilah kenapa perjuangan Etu semakin berkembang alasannya yaitu prinsip kekeluargaan diusung soal perekrutan pegawainya.

Kan enak bila penjahit satu sama lain sudah kenal. Konsep kasual diangkat Etu melalui brand RA, buat formalnya maka ETU menjadi cakupan. Inti desainnya tidak bertumpuk- tumpuk. Siluet penampilan dibikin minimalis namun sesuai kaidah Islami.

Jika melihat kesuksesan Etu sekarang pasti kedua temannya sayang. Andai saja keduanya memilih melepas pekerja. Andai mereka tidak ikut pindah kantor. Namun, justru saat seorang Etu "terpaksa", cita rasanya semakin tergali lebih dalam berekspolrasi dibanding saat beliau bekerja bertiga.

Dia juga ikutan Hijabers Community. Nah melalui itulah, beliau membukan toko pertama yakni di Muse 101 FX Plaza Sudirman, Jakarta Selatan. Enaknya memiliki toko asli ketimbang toko online: Dia lebih leluasa buat berpromosi dari verbal ke mulut. Juga ada cross costumer dari dua brand bikinannya saling melengkapi.

Konsep hijab diberikan Etu yaitu tidak cuma hijaber. Tidak cuma mereka yang sudah berhijab. Tetapi bagi mereka yang mau berhijab sudah beliau sediakan. Tidak cuma toko sendiri, ia menyulap halaman belakang rumahnya, menjadi kawasan produksi dari penjahitan dan finishing dikerjakan puluhan karyawan.

Fasion masa depan


"Pebisnis itu harus satu tujuan dengan para pegawainya," ungkapnya. Ia tidak memposisikan sebagai atasan mereka. Mereka dianggap Etu menjadi patner kerja. Ibu dua anak ini dibantu sang suami memperbesar lagi pasaran bisnis.Ia selalu meriset market place Indonesia serta ekspresi dominan kekinian.

Bahkan sudah mempunyai rencana urusan ekonomi hingga ke 2030 mendatang. Ia tidak mencari uang semata. Tetapi bagaimana membuatkan masyarakat dalam bidang fasion. Terbukti beliau tercatat melaksanakan kerja sama dengan perusahaan Jepang, membuatkan produk berbahan daur ulang plastik atau ultra sweet.

Berkat visi go internasional, beliau pernah mengikuti Tokyo Fashion Week 2015 dan Mercedez- Benz Fashion Week Tokyo (MBFWT). Seperti dilansir dari gomuslim.co.id beliau menampilkan 10 busana dari 12 busana beliau siapkan. Tidak cuma berbisnis beliau juga fokus merubah fasion itu sendiri secara keseluruhan bukan cuma hijab.

Contohnya ETU bekerja sama dengan Toray Industries asal Jepang. Ia memanfaatkan teknologi mereka buat membuat pakaian muslim. Nama Ultrasuede yaitu materi kulit sintetis yang menyamai kulit asli. Dia sungguh beruntung menerima saluran ke teknologi dan event di Jepang waktu itu secara keseluruhan.

Tetapi disayangkan, untuk persoalan desain, beliau terkendala akan penjiplakan model. Kualitas barang pun aspal alasannya yaitu harganya murah. Awalnya beliau sebal tetapi mau bagaimana lagi. Dia menganggap saja bahwa produk bikinannya disukai masyarakat semua. Meski kini sukses menerima sumbangan beliau sempat jatuh berdiri sendirian.

Ia sempat dipandang sebelah mata saat akan go internasional. Hanya kepercayaan bahwa produk miliknya serta Indonesia pada umumnya layak menerima tempat. Inilah modal Etu tetap berusaha menggapai visi bisnisnya hingga ke luar negeri. Ia menyadari sifat meremehkan justru milik orang Indonesia sendiri.

Alhasil terciptalah anutan pesimis dikalangan pengusaha muda sendiri. Etu sendiri memiliki harapan lebih dari sekedar menciptakan. Dia ingin menggelar fashion show sendiri ke luar negeri. Perasaan ini dibawah jadi beliau mampu menghilangkan pesimisme sendiri dan masyarakat terhadap kualitas produk dalam negeri.

Ia menghimbau masyarakat buat percaya kepada karya anak bangsa. Lebih lanjut beliau menyampaikan wejangan buat pengusaha muda menyerupai kita bahwa potensi urusan ekonomi fasion masih luas. Janganlah cepat puas akan hasil, dan beranilah mengambil keputusan mendalami kewirausahaan bukan sekedar want to be entrepreneur.