Peci Kopiah Anak Bergambar Kartun Untung Jutaan

Profil Pengusaha Ahmad Irwan


 
Kopiah seoalah ditelan masa. Padahal jikalau kita runut kebelakang kopiah merupakan identitas. Tidak ada satu presiden yang tidak memakai kopiah. Seolah sudah menjadi identitas petinggi negara. Kegunaanya tidak lagi berhenti buat sholat tetapi fasion itu sendiri. Inilah nampaknya peluang ditangkap oleh Ahmad Irwan.

Siapa sangka sosok sederhana ini seorang pengusaha. Sukses bahkan katanya nih, Ahmad meraup omzet mencapai ratusan juta. Seperti ditulis di SindoNews dikatakan bahwa beliau mengantongi Rp.500 juta. Atau beliau menjual sebanyak 300 kodi sekali produksi per- bulan.

Bukan sembarang kopiah biasa. Usaha pembuatan kopiah ini menyasar anak- anak. Lewat imajinasi mereka lah pria asal Bogor ini kaya. "Saya ketika itu masih buta soal bisnis," kenang Ahmad, ketika melihat sang ayah sedang menjalankan perjuangan keluarga. Usaha keluarga yang dirintis ayah Ahmad dulu tidak seramai sekarang.

Usaha tersebut dibangun di Gersik semenjak 1970 -an. Kemudian berpindah tangan ke Ahmad alasannya yakni ayah dipanggil Sang Khalik. Waktu itu, tahun 1991, beliau masihlah duduk di kursi Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan waktu itu masih kelas 3 jadilah wajar tidak tau. 

Dia hanya tau perusahaan ayahnya membuat kopiah hitam. Setumpuk- tumpuk kopiah tanpa corak ditumpuk di pabriknya. Anak SMP itu lantas menyerahkan jalannya perjuangan kepada pegawai ayah.

Bisnis mendadak


Lantaran buta soal urusan ekonomi maka wajar beliau dikibuli orang dulu. Dia lalu bercerita pelajaran pertama bisnisnya wacana kepercayaan. Pegawai kepercayaan keluarga malah membuat rugi. Selama berjalan waktu, beliau gres menyadari, bahwa sang pegawai mengalihkan pembayaran klien ke rekeningnya sendiri.

Total beliau kehilangan 30% transaksi bisnis. Menyadari hal tersebut, seketika beliau meminta ijin kepada kepala sekolah buat waktu khusus untuk usahanya. Singkat kisah beliau diijinkan mengurus ke Bank. Dia beri waktu khusus urusan ke Bank, yang mana waktu bukanya dibawah pukul 12 siang.

Memasuki masa SMA, tepatnya dua tahun kemudian, beliau total mengurus perjuangan keluarganya itu. Dan anak sulung dari dua bersaudara tersebut tetap menerima cobaan. Memang berbisnis tidak semudah membalik telapak tangan, ujar pria kelahiran 1974 ini.

Tahun 1998, perjuangan Ahmad terimbas krisis moneter, dimana cobaan sekarang berupa naiknya harga materi baku membuat kopiah. Harga materi baku melonjak tidak dapat ditebak. Kemudian tiga toko biro di Pasar Anyer, Bogor, ketiganya terbakar sekaligus. Rugi besar lantaran barang distok ludes terbakar belum laku.

Krisis moneter membuat Ahmad kehilangan stok. Dia rugi lebih dari Rp.180 juta lantaran barang ludes ikut terbakar. Namun beliau tetap berproduksi bermodal seadanya. Ayah empat anak ini menerima cobaan lain yakni enam tahun selepasnya.

Dua toko milik distributornya di Pasar Tanah Abang terbakar. Kerugian mencapai Rp.100 juta, memang tak sebesar dulu tetapi membuat Ahmad tertekan. Dia sempat stress berat buat berbisnis kembali. Karena kejadian kali ini beliau sempat berhenti berproduksi. Ahmad sempat menjadi pengangguran alasannya yakni tidak ada pilihan.

Rasa takut justru menjadi semangat. Entah menerima inspirasi apa, ia malah bersemangat buat mengambarkan bahwa beliau bisa. Mungkin alasannya yakni waktu itu beliau merasa diremehkan orang. Perasaan dihina justru membuat beliau bersemangat membukitkan, ibarat dikisahkannya dalam artikel tersebut.

"Saya terpacu untuk bangun kerena tidak ingin diremehkan, bahkan oleh keluarga sendiri," kenangnya. Inilah yang membuat proses produksi ditingkatkan.

Untung ada CSR dari Petrokimia menjadi jalan. Uang sebesar Rp.10 juta digunakan buat memproduksi. Dia kembali aktif dan mulai mengikuti sejumlah pameran. Dari sanalah lahir urusan ekonomi UD. Gading Gajah, yang mana produk andalannya NYIL dan Al Ichsan, yang mana bentuk ekspansi urusan ekonomi seorang Ahmad Irwan.

Melalui ekspo beliau mulai memahami selera pasar. Termasuk merencanakan penyempurnaan produk kopiah miliknya. Lankah selanjutnya dalam produksi ialah eksplorasi. Dia merancang kemungkinan buat membuat motif diluar kopiah hitam biasa.

Dia menemukan lebih dari 30 motif. Dia mantapkan diri menggarap pasar anak- anak. Kopiah yang memiliki aneka tema untuk desain motifnya. Ahmad membuat motif klub bola dan abjad kartun. Awalnya beliau cuma mau menarik perhatian saja. Coba- coba beliau melihat pasar dan pembeli meminati toko kartun seperi Naruto.

Dia lantas membuat aneka tokoh kartun. Daya tarik pasar didukung minat anak- anak sekarang. Juga satu kebutuhan akan orang bau tanah buat mendidik anak beribadah. Ia mulai membuat aneka abjad kartun yang beliau liat terbukti digandrungi anak- anak.

Kopiah motif bola juga menjadi primadona bagi pembeli anak- anak. Tidak cuma anak kecil tetapi cukup umur juga punya. Alasan mereka alasannya yakni ingin mengoleksi segala pernak- pernik klub kesayangannya. Mereka ini para kolektor pencari pernak- pernik. Juga dibuat kompak dengan atribut baju koko berkonsep club sama.

Bisnis Ahmad semakin sukses berkat sempurna membidik pasar. Dia memindahkan pasar ke Sumatra dan hasil penjualan meningkat. Ahmad bahkan masuk ke butik loh. Harga jual ditawarkan juga naik alasannya yakni sudah bisa masuk ke butik. Bagaimana beliau sepintar sekarang, bukan lagi kalau tidak alasannya yakni pengalaman bisnisnya.

Semua berawal dari pesanan dari sentra perbelanjaan Sarinah. Wawasan Ahmad terbuka wacana bagaimana cara masuk ke butik. Alhasil sekarang beliau mencetak dua jenis: kopiah buat pasar tradisional dan buat pasar swalayan atau butik.

Bisnisnya tersebar ke Sumatra, yakni Pekabaru, Medan, Palembang dan Batam. Untuk pasarnya di Jawa ada di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Perbulan beliau memproduksi 500 kodi omzetnya mencapai Rp.500 juta. Ia bahkan menyebutkan omzet naik dua kali lipat, utamanya ketika masuk dua bulan menjelang puasa. Dia mendapat Rp.300 juta untuk bulan pahala saja. Nilai omzet segitu jelasnya berasal dari butik mencapai 60 persen dari penjualan.

Harga jual butik dikisaran Rp.600 ribu hingga Rp.1 juta per- kodi. Kalau harga di pasaran tradisional cuma mencapai Rp.350 ribu per- kodi. Ahmad juga tidak seketika memasarkan produk ke suatu tempat. Dia lebih memilih mengamati pasar supaya produknya sesuai.

UD Gading Gajah memilih fleksibel soal produksi setiap bulan. "...supaya sama- sama menguntungkan," imbuh dia. Dia sendiri tidak takut bersaing dengan produk serupa dari produksinya. Ahmad malah besar hati alasannya yakni menjadi penggagas urusan ekonomi kopiah.

Dia meyakini kopiah harus makin kreatif. Supaya tidak ketinggalan ditelan masa. Kunci suksesnya berada di selalu fokus mengerjakan sesuatu. Jangan mengalah ketika ada masalah. Ahmad juga mengingatkan supaya kita selalu kreatif menciptakan trobosan. Harus bisa mengamati produk apa yang disukai konsumen kalian.

Untuk itu beliau bahkan membuat manekin sendiri. "...dan interior ekspo supaya produk terlihat yang terbaik di mata konsumen," imbuhnya.