Pembatik Tulis Purbalingga Belajar Secara Otodidak

Profil Pengusaha Yoga Prabowo 


 
Nama Yoga Prabowo harum menjadi pembatik tulis termuda. Ternyata dirunut, perjalanan hidupnya panjang loh, mulai dari menjadi pegawai pabrik kayu di Desa Toyareka, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, pada 2006. Dia lantas tak melanjutkan bekerja alasannya yaitu perusahaan krisis dan memilih keluar.

Menurut dongeng bahwa pabrik labil. Alhasil pegawai diliburkan tanpa keterangan. Pegawai termasuk Yoga juga lebih sering tidak digaji. Yoga keluar dari pabrik kayu di tahun 2007. Pemuda kelahiran 17 Mei 1984 ini lantas bekerja hingga ke Bali.

Usut- punya usut disana dia bekerja sebagai penajag outlet. Dan ketika terjadi kejadian bom bali, makalah hilang sudah pekerjaan Yoga kembali. Dia lantas pulang tetapi mampir di Yogyakarta. Sambil bekerja pada sebuah perusahaan pembuatan batik; Yoga sempat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi tinggi seni di Kota Yogya.

Disanalah, di Yogyakarta, cowok asli Purbalingga meniatkan berguru batik. Motif ditekuninya yaitu motif khas Purbalingga. Meski berhasil berguru "mbatik" motif Purbalingga secara otodidak, Yoga nyatanya malah jadi kebingungan bagaimana menjual.

Terkoneksi jaringan


"Saat itu saya galau bagaimana mempromosikannya, maka saya hubungi sobat saya di Semarang untuk titip batik Purbalingga," tuturnya. Nah, disanalah hanya dalam seminggu saja, Batik Purbalinggan karya Yoga mendapatkan pesanan dari Disperindag Semarang.

Lalu munculah Batik Tirtamas, dimana pesanan pertama datang dari kalangan dinas, khususnya Yoga lantas menjelaskan dari Desperindag Provinsi Jawa Tengah. Mereka pemasannya yaitu Indra Hanafi dan Mukti Sarjono (Desperindag Tekstil) dan dari Staff Kementrian Perindustrian & Perdagangan, Tobing berminat.

Bahkan Tobing menyebut perjuangan dilakukan Yoga sangat hebat. Kalau saja ini dijual ke luar negeri maka akan laku keras. Akan tetapi Yoga sadar betul perjuangan batik tulisnya masih dalam proses berkembang; dia belum sanggup persyaratan berkas kwitansi dan lain- lain.

Perjalanan batik Purbalingga buatan Yoga unik. Ketika Pemprov Jawa Tengah membeli batik di Semarang, lalu mengadakan pertemuan dengan Pemkab Purbalingga, nama Yoga Prabowo terkenal seketika.

"...saat kunjungan kerja Pemprov menggunakan batik buatan saya yang dibelinya di Semarang lalu dia meminta oleh- oleh batik yang coraknya ibarat Batik yang dipakainya dikala itu," terang Yoga.

Nah, ketika itu, Yoga menunjukkan satu kodi Batik Tirtamas, yang lantas tersisa cuma empat sisanya malah dibeli oleh Bupati Prubalingga Bpk. Triyono. Lantas serta merta dia bertanya kepada Pemkab kenapa ada pengusaha ibarat dia tidak ada yang sadar. Justru pemerintah Provinsi lebih tau ketimbang Pemkab sendiri.

Semenjak kejadian tersebut semua kepala dinas dikumpulkan. Mereka kemudian diminta membantu Yoga semoga mampu membuatkan batik Purbalingga.

Koneksi internet


Kelebihan Yoga ialah dia pembatik tulis. Dia bekerja lewat rasa serta estetika lebih kuat. Menjadi jutawan muda berkat batik Purbalingga. Warna alami menunjukkan efek terbaik serta terlihat elegan, eksotis, dan juga mewah. Batiknya diminati oleh kolektor batik tulis banyak sekali kota di Indonesia.

Ia menyebut ada kulit kayu, daging kayu, bunga serta dedaunan. Oleh alasannya yaitu itulah dia memilih Yogyakarta menjadi basis usaha. Menurutnya batik Yogya banyak memanfaatkan alam jadi cocok. Untuk penjualan juga melalui sosial media, website atau blog, jadilah batik kian laris manis.

Dia menjual antara Rp.300 ribu hingga Rp.3 juta. Awal mengenal internet sendiri berawal dari akun pribadi yang kemudian berkembang. Dari sekedar mengisi waktu luang, sembari itulah dia berjualan batik buatan dia sendiri. Pelanggan tetap batik Tirtamas sendiri datang dari luar Jawa. Melalui sosmed saja menyumbang 40% penjualan.

"...lumayan besar," ujar Alumni Angkatan 96', Jurusan Pariwisata dan Perhotelan di Akademi Pariwisata Yogyakarta.

Yoga juga bersyukur berkat adanya jasa paket terintegrasi teknologi. Penggunaan jasa pengiriman sudah jadi kebutuhan bagi bisnisnya. Para pelanggan pun menuntut pengiriman cepat khusus ke luar Jawa. Tidak sedikit ajakan datang dari tempat pedalaman ibarat di Kalimantan; ia menggunakan jasa kargo yaitu JNE.

Menurutnya infrastruktur di tempat sekarang ini sudah lebih baik. Pengiriman dapat diandalkan, sementara ia dengan santainya memajang hasil karyanya di internet. Meskipun sukses berkat sosial media, ternyata ada juga sisi negatifnya, yakni derma akan desain miliknya.

Ini dirasakan betul olehnya. Ekslusipan motif batiknya menjadi kritis. Siapa saja, bahkan bukan pembeli, mampu saja mengakses hasil karyanya. Tidak mampu dipungkiri karyanya dijiplak dan diproduksi masal. Pernah sih ia berpikir mematenkan motif, hanya mematenkan berarti mengeluarkan biaya tidak sedikit.

"Karena mematenkan satu biayanya hingga Rp.2 jutaan," terang Yoga, yang kini sudah berkeluarga dan sudah punya anak dua.

Hingga Yoga sekarang lebih selektif hal mendapatkan pesanan. Ia melihat sendiri mereka yang mengunjungi akun media umum miliknya. Dia menunjukkan kontak BB atau nomor telepon buat mereka yang beritikad baik. Ia menyebutkan bila pembeli serius akan pribadi mengontak. "Dari situ gres saya tampilkan batik- batik saya."