Pengusaha Pin Makassar Sukses Muda Meski Iseng

Biografi Pengusaha Andi Arham Bunyamin



Namanya pengusaha kadang iseng saja menghasilkan. Prinsipnya kerja apapun diseriusi meski sekedar kau iseng. Itulah kisah Andi Arham Bunyamin, cowok asal Makassar, Sulawesi Selatan, yang mengaku memulai sekedar iseng. Bahkan modal bisnisnya cuma Rp.50 ribu ketika memulai perjuangan percetakan.

Pemenang kedua Wirausaha Mandiri 2011 ini, memang sangat beruntung dibanding orang lain yang ngotot tapi tidak menghasilkan. Mari kita mengikuti jejak suksesnya yang dimulai ketika masih dibangku SMA. Dia mengaku, di tahun 2006 silam, Andi diminta mendesain pin buat keperluan organisasi sekolah.

Ketidak sengajaan itu terbawa berlanjut diikuti kesuksesan. Waktu itu, memang Andi berhasil membuat satu desain bagus. Eh, beliau malah ditambahi peran gres yaitu membuat sekalian. Andi dengan enteng menyanggupi saja. Selepas membuat pin, eh, malah sahabat sekolah menyangkan Andi memiliki perjuangan percetakan sendiri.

Akhirnya makin banyak orang memasan aneka pin kepadanya. Mulai perorangan hingga organisasi sekolah menjadi langganan Andi. Ia menceritakan tolong-menolong beliau cuma memesankan. Maka ketika ajakan naik maka terbersit kesempatan. Pemilik toko tempatnya memesan lalu menyampaikan harga khusus buat Andi.

Pesanan berkah


Seorang sahabat meminta dibuatkan desain pin. Lantas berujung proyek pemesanan 50- 100 pin, yang diberi ke Andir beruang muka Rp.30 ribu. Disanggupi tanpa takut kalau gagal. Waktu itu, tahun 2006, Andi tanpa sengaja memerkan keahlian mendesain pin sendiri. "Saya ketika itu belum tahu sama sekali mau mencetak di mana."

Satu ahad disusurinya hingga menemukan gerai kecil. Mereka menunjukkan banyak sekali macam model pin. Ia tertarik berhenti lalu mengajukan desain buat dijadikan pin.

Pesanan pin sudah jadi seharga Rp.3.700 per- pin, dimana Andi menjual seharga Rp.4.700 per- pin. Maka semenjak itu cowok hobi main komputer itu makin kebanjiran orderan. Sebulan beliau diminta membuat 200- 300 pin khusus. Hebat urusan ekonomi percetakan tanpa mesin cetak tersebut malah berjalan positif.

Maka semenjak 2008 mulai serius mendalami urusan ekonomi percetakan pin. Ia mendapatkan semua orderan mengumpulkan modal. Uang Rp.2,5 juta terkumpul selama dua tahun lantas dibelikan mesin pin sendiri. Maka semenjak 2009 resmi berdirilah perjuangan berjulukan Kretakupa kependekan Kreasi tak kunjung padam.

Semakin ke sini, ajakan semakin banyak dari organisasi sekolah bahkan diluar sekolah. Andi makin giat berkat dorongan sahabat pula. Orderan dari sekolah maupun kampus asal Makassar. Ketika untungnya masih di Rp.1000 maka segera diberikan mesin.

Tujuan Andi yaitu mendapat margin untung lebih besar. Untungnya naik seketika yakni Rp.3000 per- pin ketika sudah memiliki mesin sendiri. Pasar diperluas hingga kebanjiran orderan tidak cuma pin tetapi cetak lain. Untuk mengatasi kekurangan maka beliau menggandeng percetakan yang tidak memiliki mesin pin sendiri.

Untung makin besar ketika Andi mulai menjual bahan. Dia menjual materi pembuatan pin ke percetakan lain. Ia menyebut untung hingga naik 400% hingga dilirik oleh Wirausaha Muda Mandiri.

Tidak lekas puas


Sukses tidak membuat beliau berhenti mengejar pendidikan. Dia masuk Universitas Hassanudin, Makassar. Ia tidak cuma fokus berbisnis. Aktifitas kuliah ternyata tidak membendung rasa tidak lekas puas Andi. Mulai ia membuat pecetakan kartu nama, stiker, plakat, hingga bendera kempenya digeluti.

Pelanggan mulai dari Makassar, bahkan beberapa kali beliau mendapatkan pesanan dari Malaysia dan Brunei Darusalam. Andi dibantu lima karyawan. Orderan sudah meningkat hingga ribuan dengan nilai omzet Rp.60 juta hingga Rp.100 juta -an. Dibantu mentoring oleh Bank Mandiri, tidak terbayang usahanya hingga ke titik mana.

Berkat usahanya Andi menang lomba Juara II Kategori Mahasiswa Program Diploma dan Sarjana Bidang Industri & Jasa Wirausaha Muda Mandiri 2011. "Hingga simpulan tahun 2011, target omzet saya sekitar Rp.250 juta," ujarnya optimis selalu.

Menjadi pengusaha memang harus selalu bersaing. Pesaing makin banyak menyesaki pasaran Andi. Menurut Andi setiap satu kilometer pasti ada perjuangan percetakan. Namun bukan hal tersebut membuat sedikit gamang. Dia justru gamang alasannya yaitu tidak lagi mendapatkan dukungan sahabat sekolah maupun kuliah.

Ia mengakui memang kesuksesan miliknya tidak jauh dari teman. Sejak sekolah, mereka lah pendukungnya membantu acara promosi. Lanjut di kuliah usahanya besar berkat sahabat sejawat membantu orderan. Dia tidak perlu mengeluarkan biaya promosi. Nampaknya keberuntungan menyerupai itu tidak dapat terus berlanjut.

Andi selalu berterima kasih kepada teman- temannya. Masuk perkuliahan, beliau bisa dibilang merasa keteteran menjalankan urusan ekonomi sambil kuliah. Maka sahabat Andi datang memberi dukungan moril. Kretakupa harus jadi berdikari soal bisnis. Semenjak lulus kuliah, jurusan Hubungan Internasional, beliau mulai berpromosi sendiri dari situ.

Selain itu juga menggiatkan pembaruan dalam layanan. Memanfaatkan sosial media, Andi berusaha memberi layanan gres sekaligus menekan biaya promosi. Dia menunjukkan kerja sama dengan percetakan memberi pemberian pemenuhan pemesanan pin. Ia pun mulai rajin mengunjungi beberapa percetakan di Makassar.

Dia menemukan celah bisnis. Ia ikut membantu pemenuhan kebutuhan pesanan pin serta gantungan kunci perjuangan lain. Tidak problem jikalau beliau tidak mendapatkan nama. Asal tidak hanya pin, alasannya yaitu Kretakupa mulai mendapatkan pesanan plakat ataupun lainnya. Pokoknya beliau tidak mau menunggu bola jatuh dikakinya duluan.

Andi menjemput bola tetapi menunjukkan sendiri layanan prima. "Sekarang, ada puluhan pemilik percetakan yang mempercayakan pembuatan pin di Kretakupa," ujar Andi. Bisnis percetakan sendiri memilik satu isu terkini semi yakni ketika isu terkini kampanye politik di daerah.

Contohnya ketika Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan, dimana Andi memerankan peran penting di kedua belah pihak calon memenuhi pesanan peraga kampanye. Omzet Andi bahkan naik dua kali lipat dibanding hari biasanya. Namun, kadang usahanya juga bisa sepi oderan, dimasa itu ada perasaan kosong di dalam dirinya.

"...saya jadi lebi sering mengunjungi kios percetakan lain, siapa tau mereka butuh bantuan," paparnya. Sulit dalam pemasaran menjadi kendala serius urusan ekonomi Kretakupa. Hal lain menyerupai SDM, mesin, peralatan sudah ia bisa atasi.

Ambisi besar


Dia tidak memilik latar belakang pendidikan desain atau bisnis. Maka Andi mengakalinya lewat mengikuti aneka pelatihan bisnis. Sikap tidak lekas puas dijadikan dorongan menjalankan bisnis. Bermula dari sekedar iseng rasa tidak puas mendorongnya ketitik kesuksesan makin tinggi. Ia terjun urusan ekonomi percetakan bermodal otodidak.

Pemuda 23 tahun ini mendapatkan pelatihan, coaching, branding, marketing, serta hal teknis lain. Berkat itu urusan ekonomi lancar hingga bisa memutar roda keuangan. Andi tidak kesulitan modal. Ada prinsip unik ketika ia menjalankan urusan ekonomi yakni menghindari hutang bank. Kalau terpaksa maka cepat- cepat dilunasinya jikalau ada uang.

Misalnya, ketika banyak orderan, beliau terpaksa membeli alat cetak warna. Uang Rp.350 digelontorkan Bank kepadanya sebagai hutang. Dalam tiga bulan sudah dilunasi tenpa basa- basi. Andi optimis memegang teguh prinsip urusan ekonomi akan membawanya ke kesuksesan lain.

Ia bertekat menekuni perjuangan ini. Bahkan beliau sudah ancang- ancang ekspansi ke urusan ekonomi lain. Khususnya sektor percetakan dalam sekala besar. Ia mengistilahkan bahkan anak gres lahir pun sudah butuh dicetak. Seperti hal pembuatan undangan Aqiqah.

"Sampai ketika ada orang yang meninggal pun butuh dibikinkan buku yasin," tuturnya. Permintaan akan selalu ada meski kecil hanya beliau bisa mengakalinya menyasar pesanan besar.

Pokoknya prospek urusan ekonomi percetakan bagi Andi masih terbuka. Ia bahkan bertekat untuk membuka cabang Kretakupa di banyak sekali wilayah. Jangka pendekanya membuka cabang di penjuru Sulawesi. Menurutnya, dari membuka cabang lebih untung, dibanding mendapatkan pesanan dari percetakan lain.

Target besar ialah memiliki cabang di ibu kota provinsi di Sulawesi. Meski tanpa cabang saja usahanya sudah punya untung besar, apalagi kalau bercabang. Awal 2008 saja, Andi bisa mengumpulkan omzet 50 juta per- tahun, terusa mencapai Rp.60- 100 juta.