Pedagang Telur Bebek Slamet Kisah Kuli Naik Haji

Profil Pengusaha Slamet Daroini 


 
Ketika krisis moneter justru banyak orang kaya baru. Banyak pengusaha bangun dari keterpurukan dan jadi lebih besar. Adapula pengusaha yang gres merintis dikala krisis menerap. Begitu pula sosok Slamet Daroini, siapa orang mengenal namanya dulu. Kini, beliau dikenal sebagai salah satu pengusaha wangsit kita semua.

Warga Ponggok Blitar bangun dikala dalam himpitan. Krisis moneter makin membuat hidup keluarga Slamet terjepit. Bahkan mungkin hampir gepeng. Tahun 1997, iseng Slamet mulai mengangon bebek, kemudian jadi urusan ekonomi lumayan menghasilkan. Awalnya beliau cuma menyebabkan ini perjuangan sampingan penyambung hidup.

Beternak angsa dimulai dengan 178 ekor bebek. Kandang sempurna dibelakang rumah milik Slamet. Sederhana sekali memang perjuangan dijalankan beliau waktu itu. Pria yang juga berprofesi kuli angkut tebu ini sekarang sudah jadi pengusaha telur bebek.

Bisnis bebek


Kenapa memilih angsa ada taktik tersendiri. Ia ungkapkan dilema sangkar gampang. Dikategorikan yang paling murah dibanding unggas lain. Tambahan lain angsa tidak mudah terserang penyakit. Untuk bebeknya beliau menernakan angsa jantan jenis peking dan betinya dari angsa jenis lokal.

Waktu itu beliau bercerita harga telur angsa relatif murah. Ketika masuk 1998, kriris moneter melanda, dan jadi telur angsa naik drastis. Kalau sebelumnya hanya Rp.250 per- butir menjadi Rp.600 per- butir. Untunglah beliau bisa mengimbangi produktifitas bebeknya.

Semakin produktif pundi- pundi uang dihasilkan makin menjanjikan. Peluang urusan ekonomi angsa bagi Slamet masih terbuka lebar. Coba mencari keberuntungan lain, Slamet mencoba jadi pengepul telur angsa dari beberapa peternak lain di kampung halaman.

Slamet juga orangnya nekat meminjam bank. Beda dengan sahabat sesama peternak bebek. Dia nekat pinjam uang ke bank untuk meningkatkan jumlah sangkar angsa serta pakan. Pertama kali seumur hidup beliau pinjam uang hingga Rp.15 juta. Karena sudah kejadian Slamet makin bekerja keras untuk membayar hutang.

Dia harus sukses. Karena kepepet membuat beliau semakin giat kerja. Hutang yang seharusnya menjadi beban malah membawa keuntungan. Bisnis dijalankan Slamet berjalanan lancar. Bahkan Slamet dapat mengangon angsa hingga 3000 ekor bebek.

Dari nol

Jika melihat kebelakang beliau bersyukur. Walau begitu beliau sempat dianggap gila. Lantaran beliau memilih keluar dari pekerjaanya di PTPN XXI. Dia lantas membeli itik buat dibawa ke kampung halaman. Waktu bekerja dulu beliau bekerja musiman. Bekerja waktu itu dikala ada demam isu gilingan, jadi sambil menggiling beliau berusaha.

Selepas cukup mapan barulah beliau keluar total. Tahun 1999/2000 -an, beliau resmi mengundurkan diri melalui surat pengunduran diri. Tahun 1997/1998, beliau fokus beternak di kampung halaman, Kebonduren, Ponggo, Blitar, dimana banyak tetangga gagal beternak angsa maupun ayam.

Nah, beliau melihat peluang, kenapa ternak tetangga tidak dikembangkan. Ia mulai membeli angsa tetangga dengan cara berhutang bank. Lambat laun usahanya cepat berkembang berkat ketekunan. Ia mengkisahkan bagaimana tetangga menjual angsa dan ayam murah meriah, dan Slamet lah penampung utama mereka.

Berbekal hutang tersebut diambil alih angsa mereka. "Saya beli dengan uang tunai," ujar Slamet. Dia ambil hutang jangka panjang hingga 4- 5 bulan. Disela waktu sambil memutar otak bagaimana melipat gandakan. Bak pengusaha mapan beliau mengambil alih 186 ekor bebek. Kemudian ditempatkan tanah lapang belakang rumah.

Karena krisis harga mahal termasuk pakan. Dengan sekuat tenaga beliau mencoba mengakali biaya pakan. Dia cuma berharap bebeknya berkembang dan harga membaik. Bermodal ampas ketela olahan gambyong urusan ekonomi Slamet bertahan. Tidak membeli dedak atau kaspe, beliau memilih sisa gambyong sebagai makanan bebek.

Tidak mudah baginya menjalankan urusan ekonomi di kala kriris moneter. Beruntunga ketakutan Slamet perihal angsa akan mati tidak terbukti. Meski diberi makan makanan tak bergizi. Nyatanya bebek- angsa Slamet tetap bisa berkembang. "Memang enggak ada gizinya. Bebek pun menyerupai akan jatuh," kenang Slamet.

Beruntung dua bulan berselang harga telu naik. Akhirnya beliau bisa memutar uang kembali, kemudian dibeli pakan angsa lebih bergizi. Selama dua bulan tersebut beliau mencatat hasil 600- 700 butir telur. Masuk tahun 1997, harga telur mentah mencapai Rp.155 per- butir, disisi lain harga pakan dari Rp.187 turun menjadi Rp.48,5kg.

"Alhamdulillah saya bisa bayar hutang sekitar 2 bulannya," imbuhnya. Bahkan dalam 4- 5 bulan Slamet sudah bisa membayar hutang membeli angsa tetangga.

Meski gila ternyata beliau menerima bantuan keluarga. Mungkin sebab bekerja menjadi kuli tebu bersifat musiman. Dan terbukti meski sedikit menghasilkan bisa memberi makan. Hasilnya ternyata membuat istri Slamet bangga. Dia bisa menghidupi istri dan ketiga anaknya.

Sudah sukses membayar hutang dan untung semakin banyak. Slamet tidak tinggi hati. Malah beliau semakin giat mencari tau perihal bebek. Fokusnya bagaimana membuatkan perjuangan ternak angsa petelur. Dia berguru sahabat serta link bisnis. Maksudnya semoga telur naik tetap dibeli banyak, dikala turun Slamet beri harga turun; tetap stabil.

Kepercayaan bagi Slamet yakni mahal. Kepercayaan akan sahabat kerja serta konsumen terus dijaga. Soal urusan ekonomi memang tidak melulu soal pendidikan. Kepercayaan menjadi andalan Slamet sukses meniti dari nol. Ia semakin aktif bahkan ikut memberi penyuluhan tingkat desa Dinas Peternakan Kabupaten Blitar.

Ia menghasilkan ribuan angsa dan telur. Penjualan telur Slamet tidak lagi memakai motor. Tetapi seminggu beliau bisa mengirim telur hingga empat truk ke Jakarta dan Banjarmasin. Satu truk menurutnya berisi 90.720 butir. Berhasil membuat Slamet dikenal sebagai juragan telur bebek. Dia membuka lapangan pekerjaan buat yang lain.

Dia dibantu 12 orang pekerja. Sudah memiliki alat mixer buat membuat pakan sendiri. Maksudnya semoga bisa menekan biaya pengeluaran. Dia dapat mesin dari pemerintah setempat. Usaha angsa bersama tersebut beliau lantas beri nama Nova Bersaudara. Bahan pakan angsa campuran katul, kebi, kremis dan karak atau aking.

Pakan didapatkan dari Kabupaten Pati, Brebes, dan Mojosari. Biaya pakan perhari mencapai Rp.50 ribu. Ia menyebutkan 50 ribu buat seratus ekor, maka tinggal kalikan saja. Sehari buat 3000 ekor Nova Bersaudara membutuhkan uang Rp.1,5 juta per- hari.

Sehari beliau bisa memproduksi 1.800 telur. Tidak cukup memenuhi pesanan, Slamet akan meminta dari peternak lain. Untuk seminggu UD Nova Bersaudara bisa mengirim empat kali pengiriman ke Jakarta dan Banjarmasin. Desan tempatnya sendiri terdapat 117 peternak. Dia membeli telur Rp.1.050 per- butir dari mereka.

Berkat ketekunan omzet dicapai Slamet hingga puluhan juta. Spesifiknya UD Nova Bersaudara beromzet hingga Rp.50 juta. Dia mempekerjakan 12 pegawai berupah antara Rp.700 ribu hingga Rp.900 ribuan. Ia memiliki komposisi pakan katul dan kebi masing 400 kilogram, kremis dan karak masing 200 kilograman.


Dia dulu bekerja sendiri sekarang sudah punya pegawai. Juga memilik rekan kerja sesama peternak angsa di kampung. Pada hari ahad perjuangan Slamet akan libur. Berkat kegigihan kini namanya dikenal sebagai H. Slamet. Sosok ramah ini memang telah menjadi kebangganaan Pemkab Blitar.