Dendeng Ikan Rinuak Minang Bermodal Seratus Ribu

Profil Pengusaha  Fatma Dewi




Usaha murah dengan modal cuma seratus ribu. Inilah dongeng Fatma Dewi menyulap selembaran Rp.100 ribu jadi jutaan rupiah. Sukses Dewi berkat masakan dendeng buatan rumah. Ia menyebutkan belakang layar sukses ialah kepercayaan konsumen akan produknya. Modal cuma ratusan ribu tidak dilema asal berkualitas mewah.

Rahasia sukses berupa prinsip sederhana. Kepercayaan yang dijaganya hingga sekarang dikenal masyarakat luas. Untung uang dirasanya datang alasannya ialah ia membangun kepercayaan konsumen. "Biarlah rugi, asalkan kepercayaan orang bisa terjaga," terperinci Dewi.

Wanita berjilbab asal Lubuk Basung, Sumatra Barat, memang suka ikan rinuak. Ikan khas Minang ini suka diolah menjadi aneka masakan. Maka Dewi tinggal merubah selera asal menjadi memasyarakat, dan mudah dicerna. Lantas Dendeng Rinuak lahir ditangan wanita ini berkat kreatifitas.

Memang masakan gres alasannya ialah beliau lah penggerak makanan ini. Ikan rinuak memang sudah dikenal menyerupai halnya ikan teri. Ikan berukuran kecil, biasanya diolah digoreng menjadi balado ataupun pepes, tetapi gres untuk didendeng.

Semua dimulai tahun 2004 silam saat datang ke Maninjau. Ia menemuukan kembali rinuak semasa kecil. Ini bukanlah barang gres baginya alasannya ialah semenjak kecil. Sejak kecil beliau hobi mengkonsumsi rinuak alasannya ialah ia berumah bersahabat danau. Sekarang setelah dewasa, Dewi menemukan potensi tersendiri, sebuah ilham urusan ekonomi di benaknya.

Diogrengnya ikan ke esokan harinya ditambah beberapa bumbu. Kemudian dipipihkan layaknya dendeng daging. Dari spontanitas itulah terlahir masakan unik dan ilham bisnis. Memang, ternyata rasanya gurih, enak, tidak kalah sama yang berbahan daging.

"Sebelumnya belum ada," ia imbuhkan.

Orang pasti menduga dendeng cuma daging. Tetapi dengan ikan ditumbuk kecil, dihancurkan, lantas diolah sedemikian dan dijadikan lembaran tipis jadilah dendeng. Inilah cikal bakal Dendeng Rinuak.

Ibu pembuat kudapan manis ini lantas banting stir berbisnis rinuak. Dendeng Rinuak dianggapnya memiliki cita rasa. Juga potensi menjadi bisnis. Sebelum dipasarkan luas, maka Dewi mencoba menjajakan ke teman- teman. Dia mengaku tidak sedikit jawaban yang terkesan mengejek.

Dia tetap move on. Anggapnya alasannya ialah belum terbiasa saja. Memang sebagian orang belum pernah dengar perihal ikan didendeng. Banyak orang menanggapi dendeng Dewi, "...itu makanana apaan." Seketika saat Dewi mengatakan ini dendeng ikan. Pikiran mereka sudah berkonotasi pastilah rasanya tidak enak.

Untuk dilema ini diberinya taster merasakan langsung. Dewi sendiri awalnya memang ragu. Namun beliau selalu meyakinkan dirinya bahwa beliau menunjukkan terbaik.

Keyakinan tersebut menunjukkan efek positif. Pujian terlontar saat mereka merasakan Dendeng Rinuak. Pada ujungnya banyak pesanan berdatangan kepada Dewi. Usaha tersebut lantas dibawa ke ranah yang lebih serius. Dia membawa ke toko- toko Padang dengan kemasan modern lebih menarik hati.

Bisnis serius


Mampu menggaet pembeli membeli Dendeng Rinuak. Tugas seorang Dewi bukanlah berhenti. Agar lebih bisa meyakinkan pembeli diharapkan bukti. Oleh alasannya ialah itu ia mulai mengurus syarat administrasinya. Mulai dari PIRT atau pangan industri rumah tangga, ataupun lebel halal. Prosesnya diakui memakan waktu yang lama.

Tetapi bagi Dewi proses tersebut diatas dibutuhkan. Sembar menunggu, ia terus mengadakan pembenahan termasuk dalam hal kemasan. Kemasan 1 ons dihargai Rp.15.000, 1/4 kg dan 1,2 kg seharga kelipatan dari angka lima belas ribu. Kini produknya sudah tersedia di aneka toko oleh- oleh khas Padang dan Bukittinggi.

Baru- gres ini, menurut berita Detik.com, penjualan Dendeng Rinuak sudah merambat menjalar hingga ke Pekanbaru, Riau, dibantu beberapa rekan menjadi agen. "Tadinya antar barang sendiri naik kendaraan umum. Sekarang sudah pakain kendaraan sendiri," Dewi mengenang.

Dewi menyulap ruma menjadi pabrik dendeng. Dibantu dua pegawai, perjuangan rumahan ini telah memproduksi hingga 15kg Dendeng Rinuak dalam sehari. Penjualan sudah menembus angka Rp.12 juta denga laba bersih sekitar Rp.5 juta.

Media promosi masih cenderung tradisional. Ia memanfaatkan marketing verbal ke mulut. Kedepannya tidak bisa dipungkiri ia menginginkan media sosial. Keinginan menjadi Dendeng Rinuak menjadi ikon oleh- oleh memang besar. Ia ingin masakannya menjadi oleh- oleh khas Tanah Minang.

Aneka masakan lain juga sudah dikembangkan. Mulai masakan aneka dendeng, peyek, teri goreng, serta abon. Produk abon sendiri masih difokusi sebagai andalan nanti. Tantangan urusan ekonomi diakuinya mulai sifat ikan yang musiman. Jika cuaca buruk cuma panen dua kali dalam setahun, risikonya produksi menurun sejalan itu.

Harga menjadi naik hingga Rp.30.000. Sebagai catatan rinuak tidak bisa bertahan lama. Jika membeli maka sehari tersebut harus pribadi dimasak. "Paling lama satu hari harus disimpan." Pelatihan pegawai juga penting semoga rasa tetap terjaga.