Sejarah Pemilik Rumah Makan Padang Sederhana

Biografi Pengusaha H. Bustaman 



Lahir dari keluarga kekurangan H.Bustaman tertimpa bencana alam lagi. Pria kelahiran Lubuk Jantan, Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar, ditinggalkan kedua orang bau tanah meninggal. Jadilah hidupnya lebih luntang- tantung lagi dari sebelumnya. Bustaman cuma bertahan lulusan kelas dua sekolah rakyat atau sekelas SD.

Dia bekerja apa saja. Mengadu nasib bukan lagi gengsi. Baginya tanpa menjadi keturunan Minang pun, ia sudah dipaksa bekerja hingga keluar kota. Mulai bekerja di perkebunan karet, berjualan koran, mencucikan piring di rumah makan, hingga berdagang asongan.

Bustaman juga pernah bekerja sebagai tukang bantu rumah sakit. Waktu ia bekerja di ruma makan, suatu hari, ia berpikir bahwa kawasan itu begitu ramai pembeli. Terbersit pikiran dan do'a dalam hatinya, "ya Yang Mahakuasa kapan saya bisa hidup sukses,".

Niatan merantau tidak terbendung. Langkah kakinya ingin melebar hingga ke Kota Jakarta. Padahal tahun itu, pada 1970, ia berulah menikah dua tahun dengan Fatimah. Mereka pun dikarunia seorang anak. Tapi itu mungkin alasan lain mengapa Bustaman ngotot ke Jakarta. Ia lantas ikut kakak ipar di Matraman, Jakarta Utara.

Pilihan perjuangan pertama sesampai ia Jakarta ialah jualan rokok. Pakai gerobak, berjalan Bustaman menjaja keliling kota.

Sukses kerja keras


Sukses rumah makan Padang miliknya memang melegenda. Dia lah pemilik perjuangan berjulukan RM. Sederhana. Pria penyandang gelar haji ini memang sekarang kaya raya. Sosoknya menjadi salah satu pengusaha dikenal disandingkan dengan M. Jusuf Kalla.

Memakai konsep waralaba menjadi pionir dalam urusan ekonomi tersebut. Bustaman menjadi salah satu pionir dalam hal urusan ekonomi waralaba. Dapat disandingkan dengan sosok pengusaha pemilik Es Teler 77.

Terlahir dari keluarga miskin. Ditinggal kedua orang tua, Bustaman kecil hidup bersama pamannya. Sejak 60 tahun yang lalu sudah pekerja keras. Tidak mau menyusahkan paman katanya. Hijrah ke Jakarta pada tahun 1970 memboyong keluarga kecilnya kemudian.

Dia tinggal bersama saudara yang bersuamikan sopir taksi. Usaha pertama ialah berjualan rokok bermodal uang Rp.27.000. Tidak mau menyusahkan orang lain. Bustaman bersama istri lantas pindah dari Matraman. Mereka tinggal ke wilayah Pejompongan. Tetap berjualan asongan, ia cuma mengantungi Rp.2000 lebih sedikit.

"Padahal waktu di Matraman penghasilan saya bisa Rp.8000," jelasnya, waktu itu padahal ia berjualan 24 jam.

Susah berjualan asongan, ia memilih menjadi penjual nasi dibantu istri. Dia menyadari berjualan makanan itu lebih awet. Bustaman berinisiatif menyewa lapak satu kali satu meter di pinggir jalan senilai Rp.3000. Lalu ia berjualan diatasnya bermodal gerobak.

Dia dibantu istri memasak. Akunya ia tidak bisa memasak, tetapi sedikit pengalaman bekerja di rumah makan membuatnya nekat. Asal coba- coba maka Bustaman mulai andal memasak sendiri. Dua bulan sudah berlalu tetapi ia tetap tidak menjual sepiring pun.

Bustaman menghasilkan omzet Rp.425 dari modal uang Rp.13.000. Menyedihkan sekali kalau melihat ia berjuang.

Walaupun begitu, Bustaman tetap melanjutkan perjuangan jualan nasinya di Bendungan Hilir. Hingga ia bertemu seorang penjual nasi pinggri jalan lainnya. Dia ialah pendatang asli Solok. Dan saat Bustaman merasakan kuliner miliknya. "Ternyata masakannya sedap," tandasnya.

"Saya lalu memberanikan diri berkenalan dengan pemasaknya dan meminta resep masakan," kenangnya.

Titik balik


Layaknya pedagang kaki lima lainnya, ada masa dimana Bustaman harus berlarian alasannya dikerja satpol pp. Ia mengenang dulu pernah kelimpungan hingga gerobaknya rusak. Dua bulan berlalu usahanya berpindah- pindah sebekum nyasar ke Bendungan Hilir.

Sesampai di Bendungan Hilir pun belumlah senang. Dia harus mendekatai perjaka setepat atau preman yang  diwajibkan membayar uang biar bisa berjualan. Ia mendapatkan hal tersebut dengan lapang dada. Hasilnya ia diperbolehkan berjualan diemperan dengan uang setoran Rp.3 ribu.

Selain mentap di Bendungan Hilir, Bustaman juga menarget ajang tertentu, menyerupai saat ada program SEA GAMES, Indonesia Vs Myanmar, gerobaknya pribadi nangkring di Senayan biar bisa menjamu masyarakat pecinta bola. Uniknya, saat warung lain harganya naik, ia justru menjual seharga sama menyerupai biasanya.

Alhasil jualannya laku keras hingga ludes habis tidak bersisa. Empat bulan kemudian malah bencana alam datang kembali. Ia berkisah gerobaknya ditertibkan. Cuma diperbolehkan berjualan seluas satu meter, dan sialnya ia harus ikut undian biar bisa dapat ruang kosong. Bustaman menyiasati dengan mengadakan pendekatan ke aparat.

Hasilnya ia mendapatkan ruang seharga kontrakan Rp.5000. Nasib untung berkat kepandaian berstrategi membuat Bustaman bertahan.

Sebenarnya pemerintah Jakarta menetapkan harga per- lapak Rp.750. Tetapi melihat keadaan lapak yang tidak mencukupi. Ia mencoba menyiasati "membeli" sewa lapak sebelahnya. Bustaman bermaksud membeli dua lapak menjadi satu. Untuk itulah ia meminjam uang kepada sang paman.

Berkat kawasan strategis maka usahanya maju. Usaha Bustaman nampaknya sudah berkembang tetapi justru bencana alam malah datang lagi. Pernah suatu saat jarinya tersayat pisau alasannya memotong tunjang, menangis begitulah nasib Bustaman masih saja dicoba.

"...menangis alasannya susahnya hidup," kenangnya sambil berkaca- kaca.

Usahanya sudah berkembang jikalau dulu menanak 30 liter sehari, lalu Bustaman bisa menanak nasi hingga 60 liter. Hingga ia mengajak kerjasama istri dari pamannya. Dia mengajaknya menambah modalnya lagi.

Masalah lain datang saat tante Bustaman terlibat piutang. Waktu itu ia meminjam uang Rp.15.000,"tetapi sudah saya bayar," imbuhnya. Akhirnya sang tante malah naksir lahan ditempati Bustaman selama beberapa tahun itu. Bahkan urusan ini sempat membawa polisi di malam pada akhirnya.

Menangislah Bustaman mendapatkan perlakuan tersebut. Padahal ia bersusah payah membangun perjuangan dari nol besar. Sukses mendatangkan pelanggan tetapi pada alhasil ia mendapat bencana alam kembali menyusul lagi.

Dia mendapatkan warungnya kena gusur kembali. "Gerobak dagang saya diangkut," imbuh Bustaman. Lalu ia mendapati kawasan tinggalnya di Pejompongan kebakaran. Dia cuma bisa menyelamatkan diri, bersama istri, anak, dan gerobak.

Mereka lalu tinggal di rumah salah satu pemasok materi kuliner warungnya dan berusaha kembali di Bendungan Hilir.

Hidup mambawanya membuka cabang di Roxy. Sebelum ke Roxy, untung Bustaman sempatkan makan dulu di warung makan sebelahnya. Ia menyadari loh ternyata kuliner itu lebih enak. Pantaslah kalau orang Solok itu mempunyai pelanggan dan lebih ramai dikunjungi daripada warung barunya.

"Dan suatu sore, saya dekati tukang masaknya, saya ajak kenalan saja. Dan ternyata orangnya sangat baik, ia mau menuliskan resep masakannya buat saya," kenang Bustaman lagi.

Warung sederhana


Berkat resep orang itulah saat membuka cabang di Roxy tahun 1976. Dia mendapatkan lebih banyak lagi pelanggan. Resep gulai itu enak meresap ke hati pengunjung. Berbekal resep itulah, semangatnya berusaha bangkit, ia mau mencar ilmu terus mencoba olahan lain bermodal resep itu.

Pada awalnya ia berbisnis cuma untuk bertahan hidup. Tidak ada anutan ihwal akan memiliki banyak cabang di seluruh Indonesia. Bermodal resep olahan yang sudah disesuaikan. Rasanya sudah dapat dinikmati oleh siapapun bukan cuma orang Padang. "Jadi, saya tidak buat terlalu pedas," imbuhnya.

Ayah enam anak dan kakek dari enam orang cucu ini gembira. Pasalnya resep karyanya "ayam pop" menjadi kesukaan utama di warung sederhana. Ayam goreng tanpa kulit berwarana putih menyerupai aslinya. Maka ia membuka warung permanen di Pasar Inpres, Bendungan Hilir, di tahun 1974, bermodal kredit dari sebuah bank.

Ruma Makan Sederhana lantas berkembang biak. Menjamur jadi 30 buah, dan seterusnya dimana ia aktif mempekerjakan saudara biar mengelola. Cuma suatu saat terjadi pertikaian antar saudara alasannya perjuangan ini jadi makmur. Dia bersengketa dengan Djamilus Djamil atas nama Sederhana yang diusung oleh Bustaman.

Caritanya pada tahun 2004, Djamil membuka perjuangan rumah makan padang sendiri (tidak ikut Bustaman.red), yang lantas diberinya nama Sederhana. Sayangnya, pada tahun 1997, Bustaman terlebih dulu memakai nama RM. Sederhana, dan sudah mematenkan brand "Sederhana" menjadi miliknya.

Usut- punya usut ternyata keduanya sempat kerja sama tapi pecah kongsi. Karena sudah masuk HAKI, lalu Bustaman menuntut Djamil atas nama Sederhana dan menang di Mahkamah Agung. Pada tahun 2009 itu maka jalan damainya ialah Djamil diwajibkan menambahkan nama Bintaro -menjadi Sederhana Bintaro.

Sampai tahun 2000 -an, alhasil HJ. Bustaman resmi mendirikan tubuh hukum, tujuannya biar menjaga merek Sederhana dan berbagi sayap bisnisnya. Jadilah PT. Sederhana Citra Mandiri yang juga menjadi pemegang hal waralaba atas RM. Sederhana di seluruh penjuru Indonesia.

Berkat resep dari orang itu, ia bisa membuka perjuangan hingga ke Pasar Inpres Bendungan Hilir. Merambah hingga 30 rumah makan. Bahkan sudah hingga ke Malaysia berkat sistem waralaba. Jika waralaba maka ia cuma mendapatkan fee saat ia menyediakan semua karyawan. "Satunya lagi punya keponakan saya," tuturnya.

Untuk menjaga loyalita terutama 15 cabang asli RM. Sederhana; Bustaman memiliki trik tersendiri. Yakni ia akan menerapkan sistem bagi hasil terbuka. Dia mengungkapkan seluruh omzet kepada 300 orang karyawan dibawah PT. SCM. Kalau bicara omzet harian ia mengaku hasilkan dua hingga tiga juta per- hari.

Tetap berjaya


Meski menjamurnya waralaba fast- food tidak membuat gentar. Dalam perjalanan Bustaman ini malah jadi tantangan. RM. Sederhana menyebar dan menggeliat. Cuma saja beberapa RM. Sederhana itu merupakan hasil karya mantan karyawan Bustaman.

Ia tidak masalahkan nama dipakai. Tetapi rasa tidak karuan dapat menganggu perjuangan sebenarnya. Itulah ia jadi ngotot menaruh nama Sederhana menjadi brand. Dia khawatir kalau nanti pelanggan menyalahkan atas rasa tidak karuan.

"Hampir tidak ada rumah makan Padang bertahan dalam dua generasi," terusnya.

Bahkan anak Bustaman juga tidak tertarik melanjutkan perjuangan rumah makan. Inilah lahir PT. SCM sebagai kemudahan berbentuk tubuh hukum. Yang kelak menertibkan kesemrawutan RM. Sederhana. Tujuan lain biar tentu menjaga karyawan loyal.

Dengan berbentuk tubuh hukum maka karyawan bisa nyaman. Mereka bisa bekerja baik dan tidak akan takut alasannya mereka dapat ambil bab dalam perusahaan.

Mengenang sang pemilik resep, Bustaman mengaku pernah mencarinya kemana- mana. Tetapi orang yang tidak disebutkan namanya itu tidak ketemu. Ia akan mengangkat orang itu naik haji kalau ketemu. Dia juga akan mengajaknya menjadi penasihat di perusahaan.

Memang ia tidak memiliki ambisi khusus buat RM. Sederhana. Dia cuma mau perusahaanya tumbuh. Dan kelak akan diwariskan, mungkin bukan ke anak, tetapi orang yang tertarik memegang amanah dari lisensi miliknya. Seperti lisensi atas nama RM. Sederhana, serta logo, warna, lengkung khas rumah makan Padang.

Soal "rumah makan sederhana" ternyata nama itu nama perjuangan dulu ia bekerja. Sebuah rumah makan yang menginspirasi Bustaman. Sang istri lah yang menyarankan memakai nama perjuangan tersebut. Ia menganggap itu akan mudah dikenang dan diingat.