Tukang Sayur Ganteng Kaya Berkat Ketekunan

Profil Pengusaha Samsul Arifin 



Mahasiswa ini tidak aib harus berjualan sayur. Samsul Arifin menyatakan bahwa beliau berjualan karena ingin membiayai kuliah. Memulai perjuangan bermodal seadanya. Namun, berkat kegigihan, ia kini menghasilkan omzet mencapai omzet Rp.6 juta.

Ia pedagang di Pasar Blok A Jakarta Selatan. Sambil berjualan sayur kuliah tetap dijalankan. Dia yakni mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Professor DR Hamka, sambil menyambi menjadi tukang sayur. Ketika ditemui pewarta, ternyata beliau masih berumur 24 tahun sudah nekat berbisnis.

Meski dinilai orang perjuangan sepele. Faktanya menghasilkan uang lebih dari yang dibayangkan. Bahkan oleh beliau sendiri dikala menjalankan perjuangan tersebut. Meski terlihat riang sudah banyak masa sulit dilalui dulu.

Bermodal Rp.1 juta, uang tersebut digunakan untuk membeli sayur pribadi dari petani. Dimulai sekitar 6 tahun jadi bukan serta- merta sukses seketika. "...sekarang usia saya 24 tahun," tutur Samsul. Waktu dirinya memulai masih berumur 20 tahunan.

"Awal dagang buat menutup uang kuliah," tutur dia. Omzet perjuangan dari gerai kecil tersebut naik hingga jadi Rp.180 juta per- bulan. "Kalau 1 bulan dihitung saja sendiri," ucap beliau kembali.

Cara membeli sayur pribadi ke petani memang lebih baik. Harga didapatkan pun lebih baik dibanding beliau membeli di pasar dan dijual kembali. Benar- benar sayur segar didapatkan Samsul. Berkat ketukanan maka ia bisa menaikan gerai kecil di Blok A tersebut jadi berjaya.

Bahkan usahanya sudah menjadi dua. Dia tidak cuma punya gerai di Pasar Blok A Jakarta Selatan, tetapi juga di Pasar Induk Kramat Jati. Untuk di Blok A mempekerjakan 5 orang karyawan membantu. Di Pasar Kramat Jati dijaga dua orang.

Tidak cuma kuliah


Berkat perjuangan tersebut tidak cuma berkuliah. Dia bahkan membangunkan rumah buat ibu tercinta. Dari beliau berjualan sayur bisa kuliah, beli mobi, beli motor, tanah, "...bangunin ibu rumah," tutur Samsul senang. "...dan mudah- mudahan untuk biaya kuliah," senangnya lagi.

Dia tidak muluk soal bisnisnya sekarang. Samsul cuma berharap pemerintah bisa menstabilkan harga. Ia berharap pertumbuhan ekonomi serta stabilitas keamanan. Layaknya mahasiswa, beliau rajin mengamati setiap kebijakan dikeluarkan pemerintah.

Kalau aturan konsisten pastilah nasib pedagang akan tetap hidup. Samsul pun mengajak kita semoga tidak aib menjadi apapun. "Jangan takut enggak punya modal, jikalau mau perjuangan pasti ada jalan," Samsul menyarankan.

Dikesempatan lain, pemudah yang pernah diliput khusus oleh Detik.com, menceritakan kembali kisah sukses milikinya. Dikesempatan tersebut diceritakan oleh jurnalis warga Kompasiana -oleh Max Andrew Ohandi, maxandrew.com- Samsul tengah menghandiri program bersama pedagang kecilan di Koperasi Sejahtera.

Telisik, ternyata perjuangan jualan sayur bukan hal baru, beliau melanjutkan perjuangan kecil- kecilan orang bau tanah dulu. Tapi perjuangan tersebut disebutnya hampir bangkrut. Untuk membangkitkan perjuangan itu, ia meminjam uang saudaranya sebesar Rp.1 juta. Tahun 2008, lebih tepatnya beliau berhutang sekitar Rp.957 ribu, dibelikan beberapa peti sayuran.

"Saya pun gigih menjual sedikit demi sedikit peti sayuran tersebut dengan satu jenis sayuran saja," Samsul menceritakan kembali. Yah awalnya beliau cuma menjual satu macam sayur yang dirasanya paling laku.

Dari untung dikumpulkan dibelikan kelengkapan sayur lainnya. Telaten Samsul memutarkan uang kembali tidak dipakai kepentingan pribadi. Hingga hasilnya bisa membeli beberapa peti sayur berbeda. Lalu dari sana muncul pertanyaan dari seorang wanita berjulukan Ibu Rumiyanti, seorang pedagang sayur juga.

Pertanyaan bagaimana menambah pelanggan dan balasan Samsul perihal harga cabe tinggi. Maka Samsul menjawab pribadi yakni lewat pricelist. Maksudnya beliau akan mensurvei dulu, membagikan harga sayuran dijualnya ke pemilik warung atau warteg. Melalui taktik tersebut sukses menjawab pertanyaan pertama dari si Ibu.

Untuk pertanyaan kedua, balasan Samsul perihal harga cabai naik- turun, beliau menyarankan penjual sayur semoga lebih bersabar mengamati harga. Ketika harga naik tinggi namun tiba- tiba turun drastis. Jangan pribadi diturunkan. Samsul menyarankan tunggu 3 atau 4 hari apakah harga benar turun.

Kalau harga tiba- tiba naik lagi, maka mau- tidak mau pedagang menjual lebih mahal. Akibatnya konsumen jadi ilfil atau kecewa akan keadaan harga. "Oleh alasannya yakni itu harus ada jarak menaikan harga atau menurunkan harga," saran Samsul.

Sebagai penutup beliau menceritkana kisah seorang Bapak yang kios sayurnya terbakar. Sang bapak hasilnya memilih melamar kerja di Supermarket tetapi ditolak. Lantaran bapak itu tidak memiliki email. Maka, suatu hari, beliau mencoba membeli 4 peti sayur untuk dijual. Hasilnya mengejutkan beliau bangun berhasil mendapat untung.

Sampai suatu dikala seseorang mau menjadi pelanggan tetap. Si bapak mengiyakan undangan kerja sama itu. "Baiklah nanti kita bicarakan lewat email lengkapnya ya pak," ujar pelanggan itu. Lalu ia menjawab tidak punya email. Pelanggan lantas menyaut, "apa bapak tidak punya email? sedangkan bapak tidak punya email saja sukses."

"KALAU SAYA PUNYA EMAIL SAYA AKAN MENJADI PEGAWAI SUPERMARKET," jawabnya, yang penulis simpulkan kesuksesan terkadang hadir dari ketidak mampuan. Usaha apapun jikalau kau mau menseriusi maka akan menghasilkan nilai.