Korban Lapindo Kuliahkan Anak Berkat Pepaya Calina

Profil Pengusaha M. Syifa 



Kisah korban lumpur Lapindo itu berjulukan M. Syifa. Disebutkan oleh pewarta Sidoardjonews.com, pria 54 tahun ini memang dikenal petani kuat. Pernah sekali ia membudidayakan buah blewah, itulah buah musiman yang rasanya segar dimakan. Sayangnya, keberuntungan belum dipihaknya jadi beliau memilih perjuangan lain yang sejenis.

Dia seorang petani asal Desa Kandang RT 09 RW 05 Kec. Krumbung, Kabupaten Sidoarjo. Merupakan sosok petani ulet setiap hari berdiri menaburi tanahnya dengan bibit blewah. Ia berharap menghasilkan buah yang berkualitas. Hanya tanah tersebut ternyata tidak cocok ditanami tanaman blewah hingga mati.

Sejak kecil ia memang menyukai bercocok tanam. Mulai blewah, mentimun emas, aktivitas bercocok tanam yang awalnya cuma sekedar mengisi waktu luang. Pria beranak delapan ini kesehariannya merupakan guru pengasuh santri. Sampai beliau menjadi korban lumpur Lapindo yang menyesengsarakan hidup orang banyak.

Tetapi tidak mengurangi kegigihan bercocok tanam Syifa. Atas saran seorang temannya, ia lantas beralih ke urusan ekonomi pepaya, bercocok tanam pepaya Thailand

Diejek petani


Dia disarankan oleh sobat menanam pepaya Thailan. Ia pun berangkat ke Trubus Surabaya membeli benih tersebut. Sayang pepaya Thailand tersebut ternyata tidak didapatkan. Lantas pemilik toko menyarankan beliau bercocok tanam pepaya Kalifornia atau Calina.

Saran tersebut diikuti Syifa tanpa pikir panjang. Dibawalah benih pepaya Calina, yang katanya berasal dari negeri Amerika sana. Lima saset ditangan berisi dua puluha biji seharga Rp.30 ribu. Ia menaburkan benih itu ke tanah. Namun, sekali lagi kegagalan ditemui oleh Syifa, bedanya beliau tetap ngotot.

Ia meyakini akan sukses. Makara beliau tidak memilih tanaman lain. Meyakini kegagalan diawal merupakan proses yang harus dilaluinya. Percaya akan insting, beliau melanjutkan menanam pepaya Calina, "mungkin langkah awal saya untuk melatih kesabaran dan lebih mengenal perihal pertanian," imbuhnya.

Suami Nur Wasilan ini meyakini bahwa Yang Mahakuasa pasti menjawab keseriusannya. Kegagal tidak dihitung, terus ia menanam sambil mencari isu perihal tanaman tersebut. Bahkan beliau membeli dua kali lipat dari jumlah bibit sebelumnya dibeli, adalah sepuluh saset.

Total 200 biji disebar hanya menjadi saratus tiga puluh pohon. Itu saja masih ada pohon yang mati. Makara beliau cuma menghasilkan saratus dua puluh tujuh. Empat bulan berlalu dan pepaya kesannya berbunga. Hingga ia sekarang menikmati buahnya dipetik. Dalam seminggu pepaya dipanen dua kali, sekali menghasilkan dua kintal.

Pernah sekali dalam proses menanam pepaya beliau diejek. Lantaran harga pepaya murah di pasaran. Ngapain menanam pepaya bila tak laku dijual. "Keuntungan didapat dari mana," kenang Syifa. Gagal dan omongan orang malah menjadi semangat beliau menanam lebih banyak. Tanah seluas 1,7 hektar ditanami pepaya Calina semua.

Memang menanam pepaya tidak semudah omongan. Pepaya barulah akan mengeluarkan bunga setelah 6 bulan, setelah 8 bulan sudah tumbuh buah pepaya. Panen menghasilan dua kwintal dijual Rp.350 ribu. Dia menghasilkan omzet sekitar Rp.5,6 juta. Satu tahun minimal pemasukan hingga Rp.60 juta terangnya.

Berkat sabar


"Saya pun menyekolahkan anak- anak saya ke perguruan tinggi tinggi," tuturnya. Dalam proses pemasarannya juga tidak ribet. Dia yang kini sudah menjadi Pimpinan Anak Cabang Jam'iyattul Qurra' Wal Huffaz (JQH) NU, Kec. Kerumbung, mengaku pembeli malah datang sendiri. Tidak perlu lah jauh- jauh beliau menjual ke pasar tradisional.

Meski begitu lagi- lagi omongan datang. Dia tetap yakin bahwa pepayanya tidak akan cuma dibeli kalangan sekitar.

"Nandhor kates piro kayane, nandhure yo suwe," ejek tetangga.

Alumni SMP N 1 Porong ini tetap bersikukuh budidaya pepaya. Hasil aktual ditunjukan Syifa lewat membeli kendaraan beroda empat dan bisa menyekolahkan delapan anaknya. Karena beliau memang menyukai bercocok tanam, maka beliau tidak mencicipi letih mengerjakan.

Dia terkadang dibantu istri dan anak dikala panen. Selain pepaya, beliau merambah cabe, terong, dan melon di kebun di sela- sela pohon pepaya. Syifa juga menanam pepaya jenis merah delima dari Solok Sumatera, lalu pepaya Solinda dari Bangkok, Thailand.

Ekpansi urusan ekonomi Syifa termasuk memproduksi bibit sendiri. Lewat gelas plastik bekas air mineral ditaburi bibit hasil tanamannya. Akhirnya tetangga ikutan membeli bibit dan pelanggan juga membeli bibit. Mochamad Syifa menjual pepaya secara satu seharga Rp.6.000 hingga Rp.7.000, yang rasanya manis, atau datang ke rumahnya.