Jual Kepiting Untung Miliaran Modal Awal Jutaan

Profil Pengusaha Heriansyah 



Menjadi pengusaha banyak jalannya. Asal kita menemukan urusan ekonomi sempurna maka waktu akan menyesuaikan diri. Inilah kisah Heriansyah, pria kelahiran Balikpapan, 17 Agustus 1976 silam, yang menceritakan kisah awalnya bagaimana memulai urusan ekonomi kepiting.

Kota Balikpapan sudah dikenal sebagai penghasil komoditi ikan. Tetapi tidak lantas membawanya menjadi seorang pencari ikan. Perjalanan justru membawanya menjadi sopir carteran. Hanya dilubuk hatinya paling dalam ingin membuka usaha.

Mau perjuangan apa belum direncanakan. Hanya ia meyakinkan pekerjaan selama itu sebagai kerikil loncatan. Dia bukan terlahir dari keluarga nelayan. Bukan pula keluarga pengusaha ikan di Balikpapan. Hanya seorang sopir carter perusahaan. Jikalau sepi carteran, maka Heri -begitu panggilannya- akan bekerja jadi sopir taksi gelap.

"...latar belakang keluarga saya bukan nelayan atau pengusaha ikan," ujar warga Manggar, rumahnya Jalan Mulawarman, Balikpapan.

Dia tidak punya modal uang. Hasil bekerja dikumpulkan hingga menumpuk. Dengan sabar, hingga 1997, ia membuka bengkel motor menjadi perjuangan pertama. Namun, usahanya ternyata belu tepat, maka waktu itu ia gulung tikar tidak bertahan lama.

Bengkel tertutup maka mau perjuangan apa. Akhirnya Heri menyadari sekitarnya bahwa ada potenis urusan ekonomi yang ia luput. "Saya sempat gundah ingin perjuangan apa," kenang Heri. Perlu diketahui memang di Pulau Kalimantan itu terkenal akan komoditas lautan.

Modal perjuangan 3 juta


Suami dari Rintih Dewi Astuti ini, melirik perjuangan komoditi lautan, kan di tempat tinggalnya sekitar merupakan para nelayan. Bisnis lauatan dipikirnya ada potensi. Ayah tiga anak ini lantas mencoba berbisnis ikan. Tepat di tahun 2008 ia mulai kulakan ikan jadi bisnis.

Menjalankan urusan ekonomi ikan ternyata tidak segampang dibayangkan. Pada akhirnya, Heri kembali tidak sukses berbisnis, kali ini bahkan hingga defisit keuangan. Bisnis Heri tidak mengalami perkembangan selama satu tahun berjalan. Sampai di 2001, ia menyasar urusan ekonomi udang, dan perjuangan bakul ikan ditinggalkan berganti lagi.

Kembali ia cuma bertahan selama setahun. Nampaknya urusan ekonomi udang masih juga belum menjadi urusan ekonomi tepat. Masih bertahan di urusan ekonomi perikanan, ketika melihat restoran menjajakan menu kepiting, otak Heri eksklusif terkoneksi ia harus berbisnis kepiting. "Saya coba berbisnis kepiting," tutur pria murah senyum ini.

Tahun 2002, ia memulai perjuangan binatang bercapit itu, dan hanya mempekerjakan satu orang rekan. Bersama mereka mengumpulkan kepiting kecil untuk dikirim ke Surabaya. Mulai dari menyasar pasaran kecil terlebih dahulu. Heri menjual perkilo kepitinganya seharga Rp.300 ribu. Keuntungan pertama diakui Heri tidak begitu banyak.

"Keuntungan waktu itu hanya beberapa juta per- bulan," imbuh Heri.

Lalu putra almarhum Aliansyah dan Aminah ini, mulai menempa dirinya dengan segala pengetahuan perihal kepiting. Hasilnya omzet perjuangan Heri naik, bahkan hingga menyentuh puluhan juta. Permintaan datang hingga ke orang kargo. Sampai di 2005, Heri tercatat sudah melaksanakan ekspor, mulai kepiting telur ataupun besar.

Terus berkembang


Perlahan namun pasti perjuangan dijalankan Heri mulai nampak. Kemajuan tercatat mulai awal 2008, dimana Heri setiap hari bisa mengirim berton kepiting ke tempat serta restoran di Balikpapan. Cuma bermodal uang tiga juta waktu pertama kali. Kini, omzet Heri menembus angka miliaran baik dari ekspor dan sebagainya.

Ia pun telah membuka harapan. Lapangan pekerjaan dibuka oleh Heri, terutama bagi para nelayan kepiting ataupun pembudidaya kepiting. Kalau sebelumnya cuma dua pegawai sekarang ia mempekerjakan puluhan orang. Meski begitu banyak aturan pemerintah sempat menggoyah keberlangsungan perjuangan Heri.

Sebut saja di tahun 2009, aturan maskapai yang hanya membolehkan satu lubang kecil. Satu tersebut dibuat untuk satu kerdus berisi beberapa kepiting segar. Alhasil banyak kepiting mati dan merugikan pihak pengirim tentunya. "Hal itu membuat banyak kepiting mati ketika proses pengiriman," paparnya.

Beruntung berkat perjuangan bersama hal tersebut teratasi. Pihak maskapai menyetujui menunjukkan satu lubang besar di pesawat. Sampai terbitnya Permen (Peraturan Menteri) Kelautan dan Perikanan Nomor 1/Permen- KP/2015 dan surat edaran susulan nomor 18/MENKP/1/2015 membuatnya pusing kembali.

Ini menyangkut penangkapann lobster, kepiting, dan rajungan, yang membuat banyak pengusaha hasil laut di Balikpapan merugi. Namun Heriansyah mesih optimis bisa menjalankan usahanya. Masih bisa ia menafkahi karyawan serta keluarga.

Tidak surut


Berawal dari bermain kepiting BS atau sortiran. Kini, Heri tercatat memiliki aneka kepiting lengkap siap jual, menyerupai 16 jenis kepiting bakau. Mulai kepiting jantan, betina, kepiting soka, BS, dsb. Bermain kepiting super lebih menghasilkan. "...di kepiting jenis BS yang perkilonya hanya Rp.8 ribu."

Ketika ditemui perwarta di kediamannya, Jalan Mulawarman Manggar Baru RT. 15 No 20, Balikpapan Sel. ini, menyebutkan dari 16 jenis tidak semua memberi untung. Istilahnya ada kelebihan dan kekurangan soal mereka. Untuk mengurangi kerugian ditetapkan Heri sistem dibayar langsung. Semua biar tidak bertambah rugi.

"Saya terapkan habis timbang eksklusif bayar. Soalnya dulu saya pernah pengalaman soal uang macet itu," ia berujar.

Berbisnis kepiting punya resiko besar dibelakang. Oleh karenanya, Heri selalu ambil ancang- ancang lewat cadangan modal. Kalau dilihat keseluruhan penghasilan hingga miliaran, tetapi faktanya per- hari selalu saja ada biaya pengeluaran. "Ini urusan ekonomi resikonya juga besar," terang Heri. Utamanya sebab biaya sehar- hari buat oprasional.

Pendapatan besar setiap hari sebanding pengeluaran operasional. Menjadi titik rawan selalu dicermati Heri. Ia tidak mau kecolongan sebuah antisipasi saja.

Untuk kepiting bakau pasarnya meliputi restoran seafood dan pasar tradisional. Kepiting bakau Heri disebut merambah Dandito, Ocean's, dan Bondi (nama restoran). Untuk pasar tradisional kepitingnya dapat ditemui di Pasar Klandasan. Adapula pengiriman ke luar Jawa, menyerupai ke Kalimantan, Bali dan Surabaya.

Untuk pasar ekspornya?

Heri menjelaskan ia mengirim ke China. "Hanya saja melalui eksportir dari Jakarta," terangnya. Maka itulah biaya ekspor bekerjsama lumayan tinggi. Ada pengeluaran khusus dianggarkan. Maka jangan salahkan kalau keuntungan dihasilkan sering naik- turun. "...disamping cost eskpor yang mahal juga. Harga juga ada yang mengendalikan."

Dikirim ke Jakarta, Heri mengirim hingga satu ton hingga ke China kalau lautan tengah pasang. Ini berbanding terbalik kebutuhan lokal. Ia menyebut hanya mencapai 200- 400 kilo setiap hari. Harga perkilo relatif beda tergantung jenis kepiting dari Rp.25 ribu- 190 ribu per- kilo.

Meski besar di ekspor, semua tergantung akan kebutuhan. Pasalnya China memilik ekspresi dominan tertentu dimana ia bisa menjual lebih banyak dan menutupi biaya operasional. "Kalau ada perayaan ya ekspor rupawan ada ya rugi," terang Heri.

Meski begitu ia berharap biar pemerintah tetap memperhatikan nasib nelayan. Utamanya bagaimana cara biar harga stabil untuk ekspor ke luar. Ini dimaksudkan harga tidak turun mengikuti harga luar. Nah, selepas itu barulah mengatur penangkapan kepiting, udang, dll. "Jadi nelayan tidak sembarangan menangkap." tutur dia.

Prospek urusan ekonomi kepiting masih positif. Heri tak lupa menunjukkan tips bagi kau pengusaha pemula. Yaitu ia mengingatkan jangan boros. Manajemen keuangan dari urusan ekonomi harus diorganisir diperkuat. Istilah ia pakai adalah pengeluaran sekecil apapun harus diperhitungkan.

Heri sendiri enggan menyebut angka pasti untung pribadi. Tetapi ia meyakinkan dari perjuangan kepiting dirinya sudah bisa menghidupi keluarga, dan 8 orang karyawan gudang dan dua karyawan di lapangan. Untuk kepiting asoka, Heri telah memenuhi kebutuhan pasar hingga 200 kilo per- hari.