Bos Erajaya Modal Gerai Ponsel Menjadi Raksasa

Biografi Pengusaha  Budiarto Halim


  
Moto urusan ekonomi Budiarto Halim ialah kekeluargaan. Kerja keras saja tidak akan cukup baginya mencapai titik menyerupai sekarang. Dia ialah CEO PT. Erajaya Swasembada Tbk, Baginya kesuksesan itu perihal kerja dan kaluarga dilandasi kesehatan jasmani dan rohani. Sukses Erajaya ternyata berbekal gerai kecil di Grogol, Jakarta.

Erajay sudah besar bahkan memiliki ratusan gerai. Tepatnya ada 326 gerai Erafone yang masih bertambah lagi. Bisnis mereka ialah distribusi telephon seluler ke penjuru gerai lain, hingga 19.000 gerai lewat 90 pusat ditribusi. Kinerja tim menjadi andalan Budi, sapaan Budiaarto Halim, semakin giat menjalankan bisnisnya.

Tim harus percaya akan moto perusahaan. Percaya akan perabahan. "Jadi kita ikut terbawa," terang Budi. Ia menyebut urusan ekonomi tidak selamanya mulus.

Erajaya pernah mengalami kehilangan pasar ponsel. Waktu itu munculnya Blackberry merebut perhatian kita dari ponsel semacam Nokia. Ketika itu di tahun 2009 -an, Erajaya masih dalam pertumbuhan pesat, maka ia mengambil banyak keputusan cepat.

Dia bersama meyakinkan karyawan. Mereka harus bekerja sama kembali merebut pasar telekomunikasi di tingkat nasional. "Kita tidak meninggalkan perusahaan," jelasnya. Maka ketika ada kesempatan mereka pun masuk ke pasar smartphone. Salah satunya lewat toko AndroidNation ketika jaya Android mulai nampak.

Bayangkan, ditangan Budi, ada nasib 4.000 karyawan jadi tidak ada waktu bersantai. Dibutuhkan seimbang antara administrasi alasannya itu keputusan bersama.

Bisnis kecil


Dia bersama sang kakak ipar, Ardy Hardy Wijaya, memulai usahanya dari bawah. Mereka ingat betul rasa manis pahit bersama berjualan dari toko kecil di JL. Rawa Bahagia  1 No. 12, Grogol, Jakarta Barat. Yang mana perjuangan mereka dimulai semenjak 1992. Sebuah embrio kesuksesa Erajaya yang terus tumbuh mengikuti arus.

Sebuah toko kecil seluas 7x5 meter, yang kini disulapnya menjadi ratusan toko, dibawah bendera urusan ekonomi PT. Erajaya Swasembada dari 1 menjadi 400 gerai toko di mal penjuru Indonesia.

Ide urusan ekonomi bermula kayakinan akan masa depan telekomunikasi. Rasa penasaran Budi yang melihat banyak orang asik memegang hp tahuan 90 -an. Inilah awal pemikirannya masuk ke urusan ekonomi selular. Waktu itu masih dalam transisi AMPS menuju GSM di Indonesia.

Awal sekali, Budi ternyata pernah bekerja di perusahaan seluluer AMPS tersebut. Bayangkan ketika bekerja disana, beliau melihat orang rela antri untuk membeli gadget jadul. Uang Rp.17 juta hingga dirogoh dalam untuk memuaskan hasrat mereka. "Itu pada tahun 1991, 1992, Rp.17 juta itu besar loh," jelasnya kepada Detik.

Pasaran telekomunikasi sudah dibaca oleh Budi. Dasar lain ialah kehidupan sosial masyarakat sendiri akan sangat didukung gadget. Seolah sudah meramalkan Budi mengajak kaka ipar membuka toko di Grogol. Ini sesuai dengan prediksinya terbukti perjuangan miliknya berjalan tanpa hambatan berarti.

"Kita melihat adanya kesempatan di pasar telekomunikasi, kita membuka satu toko," terang Budi lagi. Agar menarik perhatian penerapan taktik toko modern dilakukan. Entah pandangan gres dari mana, toko kecil Erajaya sudah memiliki showcase sendiri, segala macam headset tersedia, layaknya toko seluler sekarang ini.

Ia tidak ingat betul berapa modalnya. Tetapi ia yakin waktu itu modalnya kecil seadanya mereka punya. Makara faktor kesuksesan Erajaya ternyata terletak kemampuan membidik brand baru.

Visioner berbisnis


Berawal dari lima orang karyawan saja tumbuh pesat ratusan. Erajaya mengikuti arus perubahan dalam urusan ekonomi telekomunikasi. Jamannya Samsung, Sony Ericson, dan Motorola, pernah dirasakan. Sampai beliau menyadari satu brand memiliki potensi di masa mendatang. Jalan AMPS mulai ditinggalkan menuju eranya GSM lewat HP.

Budi ialah karyawan perusahaan produk AMPS, berjulukan PT. Elektrindo Nusantara, dimana menjadi satu pemasok produk Motorola, Siemens, dan Sony. Ini merupakan perusahaan dibawah perusahaan Bimantara Group. Mereka merupakan pemegang kuasa lisensi atas produk Advance Phone System atau AMPS itu.

Waktu itu, Erajaya masih toko, dipegang kendalinya penuh Ardy. Sementara Budi bekerja di luar melihat kesempatan serta peluang. Jenuh menjadi pegawai biasa di Elektrindo, maka Budi melirik Nokia, brand yang kurang terkenal waktu itu. Karena sama- sama kecil maka keduanya bisa membuat kesepakatan besar.

Secara resmi perusahaan PT. Erajaya Swasembada lahir. Di tahun 1996 sudah berbedan hukum menjadi satu pemegang distribusi produk Nokia di Indonesia. Berjalannya waktu nama Nokia yang naik membawa dampak pendapatan besar bagi Erajaya.

Walaupun terlihat menjanjikan Budi tidak berhenti bekerja. Dia tercatat malah bekerja kembali. Tepatnya beliau menjadi eksekutif perusahaan lain, PT. Artha Graha Sentral. Tercatat beliau menjadi sosok sentral di banyak sekali perusahaan besar, kurun waktu 2000 hingga 2005, Budi pernah menjadi CEO PT. KIA Mobile Indonesia.

Merasa ditempat tepat, melalui Nokia, Erajaya sangat diperhitungkan dalam urusan ekonomi telekomunikasi. Dari kecil tumbuh besar bersama laju pamor perusahaan perangkat tersebut. "Kemudian ada perubahan dari AMPS ke GSM, ketika itu kita berubah juga," tegasnya. Karyawan Erajaya mulai dari 4- 5 di tahun 92- 92 jadi puluhan orang.

Usaha Erajaya makin membesar. Sampai Budiarto harus turun tangan sendiri. Ia memutuskan untuk masuk ke urusan ekonomi Erajaya semenjak 2005. Semua berawal dari perkumpulan keluarga, dimana Budi dan Ardy mulai membahas nasib Erajaya. Budi memutuskan keluar dari KIA dan fokus mengerjakan Erajaya semenjak ketika itu.

Alumni Universitas San Fransisco, Jurusan Administrasi Bisnis, memang menyukai dunia gadget dibanding dunia otomotif. Jadilah beliau lebih paham arus pergerakan dunia telekomunikasi sekarang. Ia pun menyebutkan Erajaya sudah terlanjur besar kenapa harus berhenti di tengah jalan.

Ketidak puasan membawa Erajaya selalu berinovasi. Ditengah aneka krisis tetap jaya, sebut saja ada krisis moneter 98, dimana Erajaya terkena dampaknya tetapi tidak surut. Budi menyadari tidak cuma dirinya yang terkena masalah.

Masalah terjadi ketika penjualan Nokia menurun. Waktu itu smartphone mulai mencuat mengambil pangsa pasar. Nilai internet menjadi booming dari sekedar HP untuk mencatat agenda, game menyerupai Nintendo, atau kamera. Internet seolah mulai menjadi hal menarik. Disaat internet belum terlalu booming maka Erajaya masuk.

Pangsa pasar ponsel berinternet biasa mulai bergeser. Ketika Erajaya cuma fokus di mereka Nokia, butuh satu langkah inovatif, maka Budi mulai melirik produk Blackberry, Samsung, bahkan Apple. Untunglah para pegawai mempercayai insting Budi soal pasar telekomunikasi. Karyawan dan manajeman tetap mendukung dia.

Tahun 2005 menjadi titik balik, Erajaya tidak lagi cuma menjual satu brand, mereka siap merambah ke urusan ekonomi ritel untuk aneka produk mobile. Erajaya bahkan mengimpor aneka produk gadget asal Korea, China, dan India. Produknya sangat banyak hingga ditampung gudang khusus sekitar 1,6 juta unit.

Erajaya berjaya


Tercatat mereka mengantongi ijin distribusi Sony Ericsson, HTC Dell, Huawai, Nokia, Motorola, LG, Black Berry, Acer serta Samsung. Erajaya juga berani membuat gadget sendiri yakni Venera. Untuk memperkuat di bidang telekomunikasinya, maka Erajaya bekerja sama dengan operator Axis, Esia, Indosat, Telkomsel, dan  XL.

Produknya menyebar lewat jaringan distribusi ritel Erajaya. Dari master dealer dan dealer, mulai biro retail hingga gerai ritail Erajaya. Penjualan gerai Erajaya menjadi pemberi untung terbesar. Trik suksesnya ialah selalu mengikuti tren perubahan. Mengikuti geliat pasar mobile, konsumen sendiri lebih memilih beli di kawasan resmi.

Mereka nyaman mengikuti live demo ataupun konsumen coba sendiri. Pada 2007, berdirilah Erafone di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, penempatan marketing serta kemampuan melihat pangsa pasar menjadi andalan Budi. Untuk mempermudah konsumen maka dimulailah konsep ritel berbasis brandednya.

Seperti Blackberry Store, atau kerja sama dengan Carrefour, berupa join venture urusan ekonomi menjanjikan. Lalu berdirilah gerai besar Erafone dan Erafone Megastore -malnya ponsel mobile. Berdirinya mal ponsel sangat lebih menjanjikan dibanding kerja sama sewa di pusat perbelanjaan. Erafone Megastore mendukung gerai- gerai Erafone.

Budi lantas mendirikan Android Nation. Melirik pangsa pasar Androi yang makin menggila. Ia menarget produk berbasis Android khusus. Kemudian Erajaya melaksanakan penjualan online serta mengakuisis iBox. Ini dijelaskan lebih detail oleh Budiarto lewat wawancara eklusip Kotakpandora.com.

"iBox merupakan gerai premium yang menjual gadget khusus merek Apple," pungkasnya. Langkah akuisisi ini dianggap strategis merebut pangsa pasar gadget keseluruhan. Makara total Erajaya menjadi pemain tunggal dari Blackberry -lewat akuisisi TAM (Teletama Artha Mandiri, distributor resminya)- , Android, dan juga Apple.

Google sendiri lah yang mengajak Erajaya membangun Android Nation. Pasalnya Erajaya ini sukses merajai pasar distribusi ponsel di Indonesia, di Jawa saja sudah empat pusat ditribusi. Untuk Android Nation juga menyangkut iOS bukan sekedar memajang produk dummy atau daftar harga. Disini orang bisa upgrade sistemnya.

Secara umum, pria 47 tahun ini menjelaskan bisnisnya, perusahaan Erajaya terbagi antara lain, yaitu PT. Erajaya Swasembada menjalankan distribusi produk Nokia, PT. Teletama Artha Mandiri (TAM) distributor Blackberry, Sony- Ericsson, Samsung, dan Huawei.

TAM juga pemegang brand Venera. Anak perjuangan lain PT. Erafone Artha Retalindo, pemilik dan pengelolaan gerai nasional Erafone. Kemudian ada PT. Sinar Eka Selaras, distributor resmi Apple, Acer, Dell, LG, dan Motorola. Masih adalagi PT. Mulit Media Selular, PT. Data Media Telekomunikasi, dan PT. Prakarsa Prima Santosa.

Tiga perusahaan terkahir diatas perlu dijelaskan, merupakan jaringan distributor produk milik operator seluler di Indonesia. Itulah aneka anak perusahaan Erajaya Group. Kekuatan Erajaya ialah fokus mengambil satu pangsa pasar komunikasi lengkap. Erajaya sukses menggabung distribusi, ritel, korporasi, komunitas, dan penjualan.

Total memiliki 87 titik distribusi, 399 gerai, dan 20.500 biro pihak ketiga, yang tersebar di seluru penjuru Indonesia dibawah 12 anak perusahaan. Perusahaan yang dulunya itu cuma 5 pegawai, kini, mereka memiliki sekitar 4.764 pegawai.

Berbisnis cerdas


Masalah utama dihadapi Budiarto ialah SDM. Kendala lain nampaknya tidak begitu mengganjal bagi dongeng sukses bos Erajaya ini. Untuk itulah dirinya getol mendidik pegawai, termasuk mendirikan training center bagi para calon pegawai. SDM harulah aktif, bergerak cepat mengikuti perubahan tren, juga siap menghandapi konsumen.

"Mereka harus mau berguru tanpa batas, dan harus mutakhir," papar Budi kepada pewarta Kontan.

Bicara perihal kompetitor dianggapnya tidak ada masalah. Dia kalem menyebut kompetitor merupakan sosok kawan lama SMA ataupun SMP. Ketika terjadi tabrakan maka tinggal menghubungi dan dilema selesai. Maka pantaslah beliau menerima penghargaan Indonesian Entrepreneur of the Year 202 Ernest & Young.

Tidak menjadi juara pertama, beruntunglah Budi menerima hubungan ajang tingkat global tersebut. Menjadi pengusaha industri telekomunikasi khususnya di Indonesia, Budi sadar akan ketertinggalan kita. Mereka lebih maju dibanding kita. Tetapi bukan berarti kita harus minder kalau berbisnis dengan mereka loh.

Erajaya menerima ujian puncak ketika urusan ekonomi konten merambak. Telah menguasai dari gadget, hingga hal penyedia layanan seluler, maka puncaknya mengakuisi perusahaan konten, PT. Inovedia Magna Global milik Kingsville Union. Ltd. Memang urusan ekonomi konten tengah digandrungi apalagi semenjak persaingan smartphone global.

Saham akusisi mencapai 30%, dimana aplikasi pertama diluncurkan ialah Picmix. Apakah itu? Mudahnya satu aplikasi khusus Blackberry untuk mengedit foto. Klaim Budi, Picmix telah memiliki 11 juta anggot aktif menggunakan.

Desember 2011, Erajaya memutuskan go public, melepaskan saham ke pasar modal. Nilai saham IPO ketika itu cuma Rp.1.000 per- lembar dan naik hingga Rp.2.875. Erajaya bisa meraup dana mencapai Rp.920 miliar. Tidak salah mereka masuk pasar saham, laba bersih mereka naik 46,8% dan 21%, dari Rp.12,8 jadi Rp.15,5 triliun.

Lima landasan bisinis bagi Budarto ialah integritas, dinamis dan inovasi. Meski telah sukses, Erajaya masih punya pekerjaan rumah, mengedukasi masyarakat biar membeli ke distributor resmi. Karena jujur masih banyak orang memilih belanja gadget di Roxy.

"Orang lebih nyaman (di Erajaya), bisa mencoba alasannya kita enggak kasih dummy (tiruan) tetapi yang asli, beliau bisa coba di toko kita," tegas Budiarto